DEPOK (Arrahmah.com) – Balita penderita gizi buruk di Depok terus bertambah. Pada periode Januari-Mei pertambahannya mencapai 4,3 persen. Bahkan sebagian besar penderita mengidap penyakit tubercolusis (TBC).
Data Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan, pada awal Januari 2009, jumlah balita penderita gizi buruk mencapai 441 anak. Jumlah tersebut bertambah menjadi 460 penderita pada bulan Mei yang tersebar di 63 kelurahan.
‘’Dari total jumlah tersebut, sebanyak 414 balita diketahui juga mengidap penyakit penyerta, yaitu TBC,” ungkap Kabid Bina Kesehatan Keluarga (Binkesga) Dinkes Kota Depok Dewi Syarifah, Rabu (20/5). Kasus gizi buruk dengan penyakit penyerta paling banyak ditemukan di Kecamatan Pancoran Mas.
Maka, selain menambah asupan gizi dan penyuluhan untuk mengatasi masalah gizi buruk, Dinkes Kota Depok pun memberikan obat anti TBC (OAT) yang disebar di 30 puskesmas dan posyandu. Untuk itu, Dinkes Kota Depok juga kembali membuka dua panti pemulihan gizi buruk atau Therauphetic Feeding Center (TFC) di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cimanggis dan Pancoran Mas untuk mengentaskan balita gizi buruk.
Nantinya, setiap anak balita gizi buruk akan dirawat di TFC selama 10 hari sampai dua pekan, atau hingga kondisi mereka meningkat hingga mencapai batas minimum pada standar bayi gizi baik. Biaya yang diperkirakan rata-rata mencapai Rp 1 juta per anak balita inilah yang akan ditanggung Pemkot Depok.
Penanggulangan gizi buruk, tutur Dewi tergantung dari kondisi sang anak sendiri. Jika kondisinya memang sudah sangat memburuk, maka sang balita akan dirawat di Therauphetic Feeding Center (TFC) dengan diberi suplai makanan tambahan selama 10 hari. Namun, jika masih dapat dirawat di rumah maka hanya diberi makanan tambahan pemulihan selama 90 hari.
Di TFC, kaum ibu juga mendapat ilmu tentang mempersiapkan makanan tambahan. Peran ibu dinilai sangat penting dalam mengentaskan masalah gizi buruk. Hal itu dikatakan ahli gizi Puskesmas Sukmajaya, Albertus Bari kepada wartawan beberapa waktu lalu. Menurutnya, selama ini para ibu dinilai kurang tanggap dalam memerangi gizi buruk. “Peran ibu sangat penting dalam hal ini,” katanya.
Di Kota Depok terdapat pula balita penderita gizi buruk yang juga mengalami down syndrome atau kesadarannya menurun bercirikan badan kurus dan kecil. Selain itu kondisi fisik balita gizi buruk yang lemah menyebabkan daya tahan tubuhnya juga rentan terhadap virus dan bakteri.
Kondisi itu diperparah dengan buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal. Pasalnya, tutur Dewi, sanitasi yang buruk menyebabkan sirkulasi udara menjadi tidak sehat yang berdampak pada lemahnya daya tahan tubuh. (republika/arrahmah.com)