JAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring mengatakan, Cawapres PKS menginginkan adanya keterwakilan Ummat dalam Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Untuk Cawapres PKS menginginkan adanya keterwakilan ummat dalam pemerintahan SBY ini,” kata Tifatul dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Senin (11/5) malam.
Dahulu kombinasi Nasionalis-Islamis relatif stabil, seperti saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berpasangan dengan Megawati atau Megawati berpasangan dengan Hamzah Haz.
“Dan ketika SBY dengan Jusuf Kalla (JK), maka JK dipandang sebagai perwakilan ummat,” ujar Sembiring.
Dia menambahkan, Cawapres sebaiknya diambil dari partai politik, maka mesin partai akan berjalan optimal.
Menurut Presiden PKS, keterwakilan wilayah Jawa dengan luar Jawa patut dipertimbangkan.
Terkait dengan koalisi antar parpol, PKS tetap membuka diri untuk berkoalisi dengan partai manapun, yang memiliki visi yang sama untuk membangun dan memajukan Jakarta.
“Selama tuntutannya adalah agar kita sama-sama membangun Jakarta, PKS setuju 100 persen. Mari kita bersatu membangun Jakarte, tapi kalau mintanya duit, kaga ade,” ujarnya.
Sebelumnya, menanggapi adanya pertemuan antara Tim 5 PKS dengan Tim 9 dari Partai Demokrat (PD) di Jakarta, Senin (20/4).
Menurut Tifatul, pertemuan dengan Tim 9 PD merupakan bagian dari komunikasi politik yang dijalankan partai terhadap semua parpol peserta pemilu.
“Belum ada tanda tangan resmi koalisi atau kesepakatan tertulis apa pun,” ujar Tifatul.
Dia menjelaskan, sidang majelis syuro adalah forum musyarawah tertinggi dalam partai sebagai sarana mengambil keputusan strategis kepartaian.
Sidang majelis syuro terdiri dari 99 orang anggota yang merupakan perwakilan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.
“Majelis syurolah nanti yang memutuskan sikap partai untuk koalisi, capres/cawapres, dan lain-lain. Putusan ini wajib dijalankan pengurus DPP,” jelas Tifatul.
Kendati demikian, Tifatul melanjutkan, pertemuan dengan Tim 9 PD bukan pula diartikan sebagai pertemuan tanpa makna.
Pertemuan yang mendiskusikan pandangan politik PKS dan PD lebih menitikberatkan pada pembentukan pemerintahan yang kuat di masa mendatang.
“Paling tidak lima tahun ke depan.” Bagi PKS, pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang dikendalikan sepenuhnya oleh presiden dengan tujuan-tujuan politik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta optimalisasi terhadap pelayanan publik.
“Konstitusi merujuk pada pemerintahan presidensiil, artinya kekuasaan mutlak berada di tangan presiden. Para pembantu kerja presiden tentu harus memahami prinsip ini, termasuk menteri dan wapres,” papar Tifatul.
Dia melanjutkan, prinsip-prinsip yang harus dipenuhi untuk menguatkan sistem pemerintahan presidensiil menjadi proposal utama PKS dalam menjalin komunikasi dengan parpol lain.
PKS tidak berada pada posisi menawar-nawarkan kandidat cawapres atau figur-figur calon menteri yang akan duduk di kabinet. “PKS tak ingin terjebak dalam praktik politik bagi-bagi kekuasaan,” tandas Tifatul. (Althaf/antara/arrahmah.com)