BULUKUMBA (Arrahmah.com) – Seorang calon legislatif (caleg) dari Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) nekat melakukan penutupan paksa Sekolah Dasar (SD) Negeri 256 Kajang-Kajang, Desa Borong, Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin, setelah tidak memperoleh suara pada pemilu 9 April lalu.
Akibat dari penutupan paksa itu, puluhan siswa tidak dapat melakukan aktivitas belajar mengajar seperti biasanya karena sekolah itu ditutup paksa oleh salah satu caleg PPRN, H Dahlan.
Kepala Sekolah (Kasek) SD Negeri 25 Kajang-Kajang, Saifuddin, yang dihubungi, mengatakan, karena tidak memperoleh suara yang cukup dalam pemilu legislatif itu, H Dahlan menumpahkan kekecewaannya dengan menutup paksa sekolah.
“H Dahlan yang menjadi caleg PPRN dengan nomor urut tiga itu tidak memperoleh suara dari warga, akhirnya menumpahkan kekecewaannya dengan menutup paksa sekolah, sehingga mengakibatkan puluhan siswa tidak dapat belajar efektif seperti biasanya,” katanya sebagaimana dikutip Antara.
Puluhan siswa-siswi yang datang ke sekolahnya tidak dapat masuk karena semua ruangan kelas terkunci rapat. Bahkan, pintu pagar sekolah pun digembok agar tidak seorang pun siswa-siswi maupun guru bisa masuk sekolah itu.
Para siswa itu pun kemudian disuruh pulang oleh kepala sekolahnya sambil menunggu caleg tersebut tenang dan kembali membuka gembok sekolah tersebut.
Daus, salah seorang siswa kelas empat mengaku, jika sekolah yang biasanya digunakan untuk belajar tidak bisa dimasuki karena semua ruangan terkunci rapat.
“Saya dan teman-teman sudah jauh-jauh jalan kaki hanya untuk ke sekolah, namun setelah sampai ke sekolah, kita tidak bisa masuk karena tertutup rapat,” katanya.
Beberapa waktu lalu, belasan caleg dari sejumlah daerah di Jabar yang gagal mendapatkan kursi, dikabarkan sedang menjalani terapi alternatif di Majelis Dzikir Darul Lukman, Desa Sinarrancang, Kec. Mundu, Kab. Cirebon.
Caleg yang gagal mendapat suara ini menjalani pengobatan karena tiba-tiba menjadi pemurung, enggan berkomunikasi dengan yang lain, dan hanya mengurung diri di kamar. Di antaranya bahkan ada yang sudah enggan menggunakan baju.
Sedikitnya 15 orang tercatat pernah menjalani terapi alternatif untuk mengobati penyakit depresi yang dialaminya pascapemungutan suara Kamis (9/4) lalu. Menurut informasi, seorang caleg asal Kab. Majalengka yang menjadi pasien di majelis dzikir tersebut bahkan sampai mengeluarkan biaya hingga Rp 3 miliar. Namun suara yang didapatnya sangat rendah.
Menurut Ustadz Ujang Bustami, pengasuh dan pimpinan Majelis Dzikir Darul Lukman, rata-rata caleg yang menjadi tamunya mengalami depresi.
“Ada sekitar 15 caleg yang menjalani terapi di tempat ini. Mereka tidak hanya caleg untuk DPRD Kab. Cirebon, tetapi juga daerah lain, seperti Kuningan, Majalengka, dan Brebes,” katanya dikutip Jawa Pos, Senin (13/4/2009).
Dikatakan Ustadz Ujang, para caleg yang menjadi pasiennya dari beragam partai politik (parpol), seperti Pakar Pangan, PKPB, PKB, Patriot, dan lainnya. Bahkan ada juga caleg dari Partai Demokrat. “Namun para caleg tersebut hanya mengalami gejala depresi ringan, seperti sulit berkomunikasi,” katanya.
Ujang menyatakan, para caleg lebih memilih pengobatan alternatif dari pada medis, kemungkinan besar terbentur masalah finansial.
“Kalau terapi medis, tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam kondisi keuangan yang sudah habis-habisan, tentu tidak mungkin bagi mereka menempuh upaya medis. Sedangkan pengobatan alternatif kami tidak memungut biaya sepeser pun,” ujarnya.
Sementara itu psikolog asal Cirebon Sri Nurhaeni menilai, potensi caleg mengalami depresi di berbagai daerah, termasuk Kota Cirebon tergolong sangat tinggi. Faktor penyebabnya jumlah caleg sangat tidak sebanding dengan kuota kursi yang tersedia.
“Jumlah kursi DPRD Kota Cirebon yang tersedia hanya 30 kursi. Namun caleg yang ikut dalam Pemilu 2009 mencapai 464 orang. Saya kira, potensi terjadinya depresi memang sangat besar,” kata Sri. Selain jumlah kursi yang tidak sebanding, faktor lain yang dapat membuat para caleg depresi adalah besarnya nilai materi yang sudah mereka keluarkan.
Sebelum ini, ada nama Yuli Nursanto, (39), calon bupati asal Perumahan Singosaren, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Ia masuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang.
Yuli diduga mengalami depresi akibat permasalahan yang melilitnya pasca kalah dalam Pemilihan Bupati Ponorogo dalam Pilkada tahun 2008.
Menurut Adjidah, suaminya terjerat utang sebesar Rp 9,3 miliar yang digunakan untuk biaya mengikuti Pemilihan Bupati Ponorogo lalu. “Sebesar 6 miliar sudah lunas, sisanya belum lunas,” ujarnya.
Ia mengatakan, yang memberatkan bagi suaminya adalah bunga utang itu terus berkembang sehingga membuat suaminya terjerat proses hukum.
Saat menjadi calon, Yuli Nursanto berpasangan dengan Ahmad Sudarno yang saat itu diusung Partai Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Keduanya hanya mendapatkan 7 persen suara. Akibat peristiwa ini, Yuli mengalami depresi dan berkali-kali mencoba bunuh diri.
Yuli bahkan berperilaku layaknya bukan orang sehat dan berjalan-jalan tanpa selembar pakaian. (Althaf/hdytlh/arrahmah.com)