JAKARTA (Arrahmah.com) – Harga minyak mentah kembali melaju cepat hingga menerabas ke harga termahal sejak 1 Desember 2008 di level USD54 barel. Padahal, harga minyak dalam APBN 2009 hanya dipatok USD45. Akankah BBM naik lagi?
Kekhawatiran banyak kalangan akan ketidakpastian ekonomi terus menghantui. Naik-turunnya nilai tukar, indeks saham dan harga minyak menjadikan banyak pelaku ekonomi di seluruh penjuru dunia bolak-balik mengganti perhitungan keuangan.
Kini yang menjadi perbincangan hangat yakni kembali naiknya harga si emas hitam ke USD53,8 per barel. Di pasar komoditi New York Mercantile Exchange, harga tersebut terpampang dan membuat pelaku bisnis ketar-ketir. Masalahnya, bisa saja harga tersebut membuat harga jual bahan bakar minyak (BBM) menjadi kembali merangkak naik.
Sekadar diketahui, harga minyak mentah dunia bisa merangkak naik karena kejatuhan nilai tukar dolar Amerika. Dolar Amerika jatuh akibat psikologis pelaku pasar atas kebijakan Presiden Barack Obama yang akan menggelontori pasar finansial dengan total nilai sekira USD1 triliun. Dana itu akan dialokasikan untuk membeli aset-aset bodong yang bisa merusak pasar. Dengan penggelontoran dana tersebut maka suplai dolar akan berlebih, dampaknya dolar Amerika akan melemah terhadap mata uang utama dunia.
Akibatnya, para investor lebih cenderung melepas dolar Amerika dan mengalokasikan dananya di pasar komoditi yakni komoditi minyak mentah.
Jika ditilik, harga minyak mentah sempat ke level termahal pada Juni 2008 di posisi USD147 barel. Namun, pada 2009 harga minyak dengan cepat berbalik arah dan terus menoreh rekor terendah di posisi USD35 per barel. Lalu kini kecenderungannya, harga minyak mentah naik lagi akibat perburuan investor tadi.
Biasanya, harga jual BBM akan mengikuti harga jual minyak mentah. Jika naik, maka harga juga akan naik, begitu juga sebaliknya. Lalu bagaimana trennya saat ini?
Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, harga minyak masih dimungkinkan untuk kembali merangkak naik. “Dalam waktu dekat harga minyak masih akan di level USD50 per barel, tapi dimungkinkan untuk ke USD60 per barel,” ujarnya.
Untungnya, Kurtubi menyatakan, ada titik cerah. Menurut ramalannya, harga minyak tidak akan bertahan secara terus menerus di level USD60 per barel.
“Jadi tergantung nilai tukar antara dolar dan rupiah. Kalau dolar cenderung menurun, maka minyak mentah ya akan menguat,” pungkasnya.
Namun, dolar Amerika masih akan meleleh. Kalau begini bagaimana nasib harga BBM? Dan bagaimana nasib kaum muslimin? (arrahmah/okz)