Jerman mengajukan inisiatif agar penolakan terhadap tragedi Holocaust dan penggunaan simbol Nazi dijadikan kasus kriminal di seluruh Eropa.
Surat kabar The Guardian edisi Selasa (16/1) melaporkan, wacana itu digulirkan Menteri Kehakiman Jerman, Briggite Zypries dalam pertemuan para menteri kehakiman dan menteri dalam negeri Uni Eropa di kota Dresden hari Senin kemarin.
Zypres bukan hanya mengusulkan mengkriminalkan sikap penolakan terhadap Holocaust dan penggunaan simbol Nazi di seluruh Eropa, tapi ia juga mengusulkan paling tidak hukuman tiga tahun penjara bagi orang-orang yang melanggar aturan itu.
Inisiatif Jerman ini mendapat dukungan dari Ketua Komisi Keadilan Uni Eropa, Franco Frattini. Meski demkian, Frattini meminta agar masalah ini diserahkan pada masing-masing negara anggota Eropa untuk memutuskan.
Saat ini, sepuluh dari 27 negara anggota Uni Eropa, termasuk Jerman sudah menerapkan undang-undang yang melarang penolakan terhadap tragedi Holocaust.
Sudah ada beberapa orang yang menjadi korban aturan tersebut, antara lain sejarawan asal Inggris, David Irving yang dijatuhi sangsi tiga tahun penjara karena membantah tragedi Holocaust, meski Irving akhirnya mencabut bantahannya itu.
Hal serupa juga menimpa penulis asal Perancis, Georges Thiel, yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan Perancis karena menolak tragedi Holocaust.
Klaim yang menyebutkan bahwa bangsa Yahudi yang menjadi korban Holocaust jumlahnya mencapai enam juta orang, kerap dipertanyakan kebenarannya oleh banyak sejarawan dan kaum intelektual Eropa. Salah satunya Roger Garaudy, penulis buku asal Perancis.
Italia adalah negara yang selalu menolak upaya untuk mengkriminalkan penolakan atas Holocaust, dengan alasan tindakan itu melanggar kebebasan berbicara. Sementara usulan agar simbol-simbol Nazi dilarang di seluruh Eropa diveto oleh sejumlah anggota Uni Eropa termasuk Inggris.
Menteri Kehakiman Jerman bersikeras bahwa kebebasan berekspresi seharusnya tidak dijadikan alasan untuk menolak peristiwa Holocaust atau memuji Nazi.
“Kami percaya ada batas dalam kebebasan berekspresi,” tukas Zypries dalam pertemuan Senin kemarin.
Sikap Jerman itu dikritik, karena dianggap sudah menerapkan standar ganda dalam masalah kebebasan berbicara. Apalagi Jerman pernah ikut membela surat kabar terbitan Denmark Jyllands-Posten yang memuat gambar kartun Nabi Muhammad saw tahun 2005 lalu, dengan alasan kebebasan berekspresi.
Pada saat yang sama, Flemming Rose, editor budaya Jyllands-Posten yang berperan memuat kartun Nabi Muhammad saw, dinonaktifkan sementara ketika ia mengatakan pada CNN akan mempertimbangkan untuk mempublikasikan kartun-kartun bertema Holocaust. (ln/iol/era)