JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ansari Azhar mengatakan sedang mendata hal-hal berupa fakta kasus itu. “Kita sedang mendata. Kalau memang memenuhi tindak pidana korupsi kita akan usut,” kata Antasari di Jakarta, Selasa (23/12).
ICW melaporkan kepada Badan Kehormatan DPR dan KPK terkait dugaan pemanfaatan dana sebesar Rp1,23 miliar untuk mendanai rapat Panitia Kerja yan Komisi VIII DPR membahas Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2006.
Menurut laporan ICW, dana tersebut bersumber dari kutipan Rp6.000 dari 205.000 anggota jemaah haji 2006. Dana itu kemudian digunakan untuk mendanai belasan rapat yang berlangsung pada 31 Mei hingga 13 Juni 2005. Dalam setiap rapat anggota DPR juga menerima sebagai uang transpor sebanyak Rp500 ribu.
Bila semua unsur bukti dan fakta memenuhi syarat, KPK akan segera memanggil semua pihak terkait penyelenggaraan haji. Namun Antasari belum bisa memastikan akan meminta keterangan para pejabat departemen agama. “Tergantung fakta,” katanya.
Menolak
Menteri Agama Maftuh Basyuni menolak secara tegas tuduhan ICW tersebut. “Tidak benar ada korupsi, tanya saja sama ICW,” kata Maftuh di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (23/12).
Menteri Agama menegaskan pihaknya sama sekali tak menggunakan uang jamaah haji mendanai rapat DPR. “Tidak ada itu penggunaan uang jamaah, memang saya mengundang sejumlah anggota DPR, tapi karena saya yang mengundang dan mengajak maka saya yang mendanai,” ujar Maftuh.
Saat ditanyakan sumber dana tersebut, Menteri Agama tidak secara jelas menyebutkan apalah bersumber dari dana pribadi, Departemen Agama, atau APBN. Menurut Maftuh undangan yang dia sampaikan kepada anggota DPR itu adalah untuk ikut serta dengan dirinya mengawasi pelaksanaan haji 2006 di Arab Saudi.
Jelaskan ke Publik
Hari ini, Departemen Agama berencana menjelaskan kepada publik mengenai laporan dugaan penyalahgunaan Dana Abadi Umat (DAU) Rp100 miliar di penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2005-2006 yang dibeberkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Dikutip Jurnal Nasional, Dirjen Haji dan Umroh Depag Slamet Riyanto kepada kemarin. Menurut Slamet, laporan ICW itu terkait dengan penyelenggaraan haji tahun 2005. Dia telah memerintahkan Direktur Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji (BPIH dan SIH) Depag Abdul Ghafur Djawahir untuk menyiapkan jawaban disertai dokumen yang jelas.
Slamet mengaku hingga kini belum mengetahui laporan ICW tersebut lantaran baru pulang dari Arab Saudi guna memastikan kelancaran penyelenggaraan haji tahun 2008.
“Tapi, saya sudah perintahkan Direktur BPIH, Abdul Ghofur untuk menjawabnya. Itu kan pengeluaran tahun 2005. Kalau tidak salah itu yang diungkapkan ICW temuan tahun 2005-2006. Itu nanti dijawab si Ghofur. Dia yang pegang datanya. Saya sudah minta dia siapkan jawaban tertulis, supaya mudah, semua ada dokumennya, sehingga tidak menjadi polemik terus menerus,” katanya.
Ditanya kapan Depag akan memberikan jawaban soal laporan dugaan penyimpangan penggunaan, Slamet menjawab, “Kita siap. Besok (hari ini, Red) jawabannya tertulis. Biar enak lah. Kalau enggak itu nanti jadi omongannya,” tegasnya. Slamet menolak memberikan komentar terkait laporan ICW tersebut. Pasalnya, dia belum mengetahui laporan ICW lantaran baru tiba di Indonesia.
Namun, dia memastikan akan mengkaji pelaksanaan haji tahun 2005 yang diduga beraroma korupsi, termasuk penggunaan dana abadi umat untuk penyelengaraan haji yang dinilai ICW bernuasa korupsi.
Aktivis ICW Emerson Junto menilai, Depag sudah tidak layak menjadi penyelenggara haji lantaran selalu bermasalah. Dia menilai, penyelenggaran haji baiknya dialihkan ke lembaga yang lebih professional seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta. “Depag sudah tidak pantas lagi mengurusi haji,” katanya kemarin.
Menurut dia, ICW melaporkan ke KPK dugaan penyalahgunaan DAU Rp100 miliar di penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2005 dan 2006. “Penggunaan DAU jelas gratifikasi,” tegasnya. Dana gratifikasi itu mengalir ke dua anggota Komisi VIII DPR Zulkarnain Djabar dan Said Abdullah. Emerson menyakini penyelenggaraan haji tahun 2007-2008 juga bermasalah seperti tahun sebelumnya.
“Kita masih mengkaji dokumen dari para pelapor (untuk penyelenggaran haji 2007-2008). Itu banyak masalah. Laporan 2005-2006 itu menjadi model pancingan atau umpan. Kalau sudah melempar kasus 2006, nanti ada masalah yang akan terjadi pada tahun 2007-2008. Laporan itu dari para jamaah haji,” katanya. [Hanin Mazaya/hidayatullah]