Kandungan dalam zat makanan yang diawasi tersebut diantaranya terdapat pada mie basah. Tahu, ikan laut, guna meminimalisir penggunaan zat tersebut di masyarakat.
“Kita terus mengoptimalkan pemantauan penggunaan formalin secara ilegal pada sejumlah zat makanan di pasar tradisional di Sumbar,” kata Kepala Bagian Sertivikasi dan Layanan Konsumen, Maryorie, di Padang, Senin (08/01).
Dia mengungkapkan sepanjang tahun 2006, kasus formalin cukup meresahkan masyarakat, karena ditemukannya sejumlah sampel yang terbukti positif mengandung zat pengawet berbahaya tersebut pada Januari 2005.
Sebanyak 15 dari 45 sampel yang diambil di Pasar Raya Padang, berupa mi basah, tahu, dan ikan yang diuji di BPOM Sumbar tersebut terbukti positif mengandung zat kimia pengawet berbahaya jenis formalin.
Menurut dia, sejak ditemukannya kasus tersebut, penggunaan formalin jauh berkurang akibat intensifnya penyuluhan dan sosialisasi kepada pedagang yang terbukti menjual bahan makanan yang mengandung formalin.
“Kita hanya bisa mengingatkan mereka untuk tidak menggunakan bahan pengawet yang berbahaya tersebut, sedang kewenangan melakukan razia berada pada pemerintah daerah setempat,” katanya.
Formalin sebenarnya berfungsi membunuh bakteri dan biasa dipakai sebagai bahan pengawet pada mayat, namun sebagian masyarakat menggunakannya untuk mengawetkan dan memberi bentuk yang bagus pada makanan.
“Formalin sering disalahgunakan menjadi bahan pengawet makanan. Hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan baik jika dikonsumsi dengan kadar yang sedikit apalagi banyak,” ujarnya.
Menurut dia, mengoknsumsi formalin dapat menyebabkan sakit pada tenggorokan, lambung dan pencernaan. Gejala awal akan timbul rasa terbakar di lidah dan dampak terparahnya dapat menyebabkan kanker.
Formalin dalam kadar sedikit tidak terdeteksi mata awam, namun jika dalam jumlah banyak akan tercium bau menusuk dari makanan tersebut.
BPOM bertugas melakukan analisis dan pengujian pada sampel sesuai peraturan pemerintah tentang pengawasan pangan segar dan industri rumah tangga. [ant/kpl]