Arrahmah.Com – Belakangan kita sering membaca tentang kondisi politik negara tetangga kita Myanmar yang sedang bergejolak. Media memberitakan tentang unjuk rasa para biksu Buddha dan warga sipil yang dihadapi secara represif oleh rezim militer di bawah pimpinan Jendral Than Swhe. Namun ada hal lain yang seakan terlupakan atau sengaja dilupakan oleh masyarakat internasional, yaitu tindakan represif junta militer terhadap warga Muslim Myanmar.
Adakah warga Muslim di Myanmar? mungkin itu adalah pertanyaan yang akan meuncul pertama kali ketika membaca judul artikel ini. Ya tentu saja ada warga Muslim di Myanmar, mereka adalah orang Rohingya, keturunan Bengali, Panthay (Muslim Burma-China) dan Pashu atau Moken (penduduk kepulauan Andaman, atau dikenal jugasebagai Orang Laut dalam bahasa Melayu)
Siapakah Rohingya itu?
Etnis Rohingya adalah penduduk asli negara bagian Arakan. Arakan sendiri merupakan sebuah negara bagian seluas 14.200 mil persegi yang terletak di barat Myanmar. Merupakan daerah pesisir timur teluk bengali yang bergunung-gunung. Berbatasan langsung dengan India di utara, negara bagian Chin di timur laut, distrik Magwe dan Pegu di Timur, distrik Irrawady di selatan dan Bangladesh di barat laut. Saat ini dihuni oleh sekitar 5 juta penduduk yang terdiri dari dua etnis utama, Rohingya yang Muslim dan Rakhine/Maghs yang beragama Buddha.
Kata Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Etnis Rohingya sudah tinggal di Arakan sejak abad ke 7 Masehi. Hal ini merupakan bantahan bagi junta militer yang menyatakan, bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang yang di tempatkan oleh penjajah Inggris dari Bangladesh. Memang secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang Bangladesh. Merupakan keturunan dari campuran orang bengali, Persia, Mongol, Turki, Melayu dan Arab menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari kebanyakan orang Myanmar. Termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Buddha dan Muslim. Pada 1203 M Bengal menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk ke wilayah Arakan. Hingga pada akhirnya pada 1430 M Arakan menjadi sebuah negara Muslim. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang. Namun pada 24 September 1784 M raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan dan menguasainya.
Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah. Ketika perang ini berakhir pada 24 Februari 1426 yang ditandai dengan diratifikasinya perjanjian Yandabo menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British-India. Lalu dengan Government of India Act. tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937. Melalui keputusan ini pula di gabungkanlah Arakan menjadi bagian British-Burma, bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung dengan India. hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma merdeka pada tahun 1948
Penduduk Muslim Rohingya merupakan mayoritas penduduk di Arakan, dengan jumlah kurang lebih 90 persen. Namun selama 49 tahun kemerdekaan Burma (Myanmar) jumlah itu terus berusaha dikurangi, mulai dari pengusiran hingga pembunuhan, hingga saat ini hanya tersisa sedikit umat Islam Rohingya di selatan Arakan sedangkan di bagian utara Rohingya masih menjadi mayoritas.
Nasib Muslim Rohingya Setelah Burma Merdeka
Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada tahun 1948, Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu. Hal ini ditandai dengan tidak diundangnya satu pun perwakilan Umat Islam Rohingya saat perjanjian penyatuan Burma di tanda tangani pada 12 September 1947 di Pinlong, negara bagian Shan antara Jenderal Aung San (Ayah tokoh pro Demokrasi Aung San Su Kyi) dan perwakilan dari berbagai etnis di Burma untuk bersama-sama merebut kemerdekaan dari Inggris dan kemudian membentuk negara federal Burma yang terdiri dari negara-negara bagian sesuai dengan komposisi etnis dan dengan hak untuk menggabungkan diri seetlah 10 tahun, Etnis Rohingya sama sekali tidak dilibatkan dalam proses ini.
Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri, etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari 10 persen penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak-hak etnis Rohingya berusaha dihilangkan oleh para politisi Buddha Burma.
Bahkan semenjak junta militer menguasai Burma keadaan semakin memburuk, bukan saja hak-hak politis yang dikeekang, tetapi juga dalam bidang sosial-budaya, hal ini ditandai dengan ditutupnya tempat-tempat belajar bahasa Rohingya pada tahun 1965 oleh junta.
Bentuk-Bentuk Kekejaman Junta Militer Terhadap Muslimin Rohingya
- Penolakan Pemberian Kewarganegaraan,Hal ini menyebabkan etnis Rohingya menjadi bangsa tanpa kewarganegaraan. Walaupun mereka merupakan penduduk asli Arakan. Hal ini menyebabkan Junta memiliki pembenaran untuk mengusir etnis Rohingya dari tanah leluhurnya, akibatnya lebih dari setengah populasi Rohingya diusir dari Arakan. Kebanyakan saat ini hidup di pengungsian di Bangladesh, Malaysia, Thailand dan Arab Saudi (termasuk Indonesia, ingat kasus manusia perahu Rohingya sebanyak 50 orang yang terdampar di Aceh 2 atau 3 tahun lalu. Efek lainnya adalah perubahan demografis penduduk Arakan, dari tadinya 90 persen Muslim menjadi hanya 30 persen atau hanya sekitar 1,5 juta dari 5 juta penduduk, sedangkan sisanya adalah orang Rakhine (Buddha) dari luar Arakan yang sengaja ditempatkan di Arakan.
- Pembatasan Untuk Berpindah, Etnis Rohingya yang tersisa di Myanmar saat ini menghadapi problem yang sangat pelik, berupa larangan berpergian bagi mereka dari satu desa ke desa lain. untuk prgi keluar desa mereka harus mendapat izin dari otoritas lokal, yang tentu saja sangat sulit untuk dilakukan. Selain itu etnis Rohingya di Arakan utara telah dimasukkan ke dalam camp konsentrasi yang tidak memungkinkan mereka untuk berpergian dan menjadikan mereka sebagai pekerja paksa.
- Pembatasan Dalam Kegiatan Ekonomi, Tidak berhenti sampai di situ saja, pihak Junta juga menolak membrikan izin usaha bagi etnis Rohingya, sedangkan di sisi lain Junta menrapkan pajak yang sangat tinggi bagi etnis Rohingya yang mayoritasnya adalah petani dan nelayan. Akibatnya sebagian besar lahan pertanian, tambak dan properti milik etnis Rohingya saat ini telah di sita secara paksa, sebagai konsekuansi karena tidak bisa membayar pajak.
- Pembatasan Dalam Bidang Pendidikan, Dalam bidang pendidikan hal yang sama juga diterapkan oleh junta. anak-anak etnis Rohingya dilarang masuk ke universitas yang ada di Myanmar dan pada saat yang bersamaan juga dilarang melanjutkan pendidikan tinggi keluar Myanmar.
- Pembunuhan, Penahanan dan Penyiksaan, Pihak Junta telah melakukan kekejaman lainnya yaitu berupa pembunuhan etnis Rohingya, bahkan hal ini dilakukan secara acak dalam rangka pemusnahan etnis Rohingya. Selain itu penyiksaan dan penahanan secara ilegal dilakukan setiap hari di Arakan, ratusan etnis Rohingya hilang dan tidak diketahui nasibnya tiap tahunnya. Saat ini Arakan telah menjadi ladang pembantaian etnis Rohingya.
- Kerja Paksa
- Pengusiran Etnis Rohingya dari desa mereka
- Pelecehan Terhadap Kaum Wanita dan Pembatasan Pernikahan,bukan hal yang asing lagi di Arakan ketika tentara tiba-tiba masuk ke dalam rumah etnis Rohingya pada tengah malam dan memperkosa kaum wanita di depan suami dan anak-anak mereka. Pengaduan terhadap perlakuan ini hanya akan berujung pada penahanan oleh polisi terhadap pelapor bahkan dalam banyak kasus sang pelapor malah disiksa dan dibunuh. Di sisi lain pihak junta juga mempersulit gadis-gadis Rohingya untuk menikah.
- Kerusuhan anti Rohingya, pihak junta sengaja memicu kerusuhan di berbagai wilayah Arakan secara periodik dalam rangka melenyapkan etnis ini dari Myanmar, akibatnya ribuan etnis Rohingya tewas secara mengenaskan dan psoperti mereka juga hancur. Dengan cara ini pihak junta bisa melimpahkan tanggung jawabnya pada warga sipil Buddha yang telah dibayar oleh junta untuk membunuhi etnis Rohingya
- Penghancuran, Ratusan Masjid dan Madrasah telah dihancurkan oleh pihak junta, bahkan Al Qur’an dalam banyak kasus dibakar dan diinjak-injak oleh tentara sedangkan kitab-kitab tentang Islam disita dan dijadikan sebagai bahan pembungkus. Pihak junta juga melarang kaum Muslim untuk melakukan berbagai ibadah.
Kesepuluh poin tersebut hanya sebagian dari kejahatan pihak junta terhadap kaum Muslimin Rohingya, saat ini jumlah etnis Rohingya di Myanmar diperkirakan sebesar 2 juta orang dan sebanyak 1,5 juta diantaranya tinggal di Arakan. Sebanyak 600.000 tinggal di Bangladesh, 350.000 di Pakistan, 400.000 di Saudi Arabia dan 100.000 di Uni Emirat Arab, Thailand dan Malaysia.
Sampai kapankah kita menutup mata dari kekejaman junta terhadap saudara kita Muslim Rohingya? Kita mungkin tidak peduli dengan aksi para biksu di Myanmar dan memang seharusnya kita tidak perlu ambil pusing dengan keadaan mereka, tetapi Rohingya adalah saudara kita sesama Muslim.
Maka mulai saat ini mari kita bantu saudara kita dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Doakan mereka, Doakan laknat dan kehancuran bagi junta, sebarkan informasi tentang keadaan yang meereka hadapi, kumpulkan bantuan, baik uang maupun tenaga untuk membebaskan Arakan dari Myanmar.
Akhi dan Ukhti ingatlah mereka saudara-saudara kita di Arakan, Thailand Selatan (Pattany, Yala, Narathiwat, Satun dan Songkla) dan Philipina Selatan (Mindanau, Sulu, Basilan dan Selatan Palawan) dalam doa kalian, dalam Qunut kalian, dalam munajat kalian di tengah malam…
Mungkin kalian berpikir dengan apa membantu mereka, bantulah mereka dengan doa kalian jika kalian tidak sanggup membantu mereka dengan hal lain…
BEBASKAN ARAKAN SEKARANG!! (Prince Muhamamd/Abu Usmah weblog)