Bagi kaum Muslim China, hari raya Idul Adha dirayakan empat hari penuh. Termasuk pelbagai macam tradisi dan syiar keislaman.
Di mayoritas negara-negara Muslim, hari raya Idul Adha akan berakhir seiring dengan selesainya prosesi shalat id dan penyembelihan hewan kurban, atau paling lama setelah surupnya matahari hari id.
Namun tidak demikian halnya bagi kalangan Muslim negeri China. Mereka merayakan hari raya Idul Adha selama empat hari penuh. Selama empat hari itu pula, umat Muslim negeri naga itu memeriahkan setiap harinya dengan pelbagai macam tradisi dan syiar keislaman.
Di wilayah Xinjiang yang penduduknya mayoritas berasal dari etnik Uighur atau Turkistan Timur dan memeluk agama Islam, umat Muslim sudah tampak memeriahkan hari raya idul adha sebelum jatuhnya hari H. Saat hari raya tiba, mereka pun melaksanakan shalat id secara besar-besaran. Mesjid-mesjid tampak penuh, dan bahkan sebagian mereka yang tidak mendapatkan tempat harus shalat di jalan-jalan.
Keadaan serupa juga didapati di daerah Ninjisha yang terletak di Barat Laut China dan mayoritas penduduknya berasal dari etnik Hui yang memeluk agama Islam.
Selepas shalat id, mereka lalu mengadakan beberapa perayaan, seperti membaca ayat-ayat Al-Qur’an, menyanyikan kasidah-kasidah dan nasyid keagamaan, disamping saling bertukar makanan, bingkisan, dan hadiah. Selain itu, beberapa pasar “dadakan” juga turut memeriahkan perayaan tersebut, yang dilangsungkan selama empat hari berturut-turut.
Tradisi yang sudah lama turun temurun ini tak pelak menjadi hari raya yang begitu istimewa bagi umat Muslim China. Perayaan tersebut menjadi kesempatan untuk silih bersilaturahim dan mengeratkan tali persaudaraan antar sesama Muslim China. Maka, di hari raya idul adha ini, umat Muslim saling berziarah dan berkunjung antar satu sama lain. Harian China Daily China mengabarkan, beberapa umat Muslim China bahkan banyak yang rela untuk menempuh jarak yang jauh untuk dapat beziarah kepada kerabat mereka, dan untuk merayakan hari raya idul adha bersama-sama.
Organisasi Muslim China yang berpusat di ibu kota Peking juga mengadakan perayaan meriah terkait hari raya idul adha ini. Perayaan tersebut dihadiri oleh beberapa pejabat negara, juga oleh duta agama-agama non-Muslim.
Sementara itu, umat Muslim di wilayah Guang Zho memiliki tradisi yang tak kalah unik. Mereka terlebih dahulu berpuasa pada hari Arafah, yaitu sehari sebelum jatuhnya hari raya idul adha. Perayaan puasa di hari arafah rupanya telah menjadi tradisi yang mengakar kuat bagi muslim Guang Zho.
Setelah berbuka puasa, umat muslim Guang Zho lantas menyaiapkan pelbagai macam makanan untuk perayan id esok harinya.
Tradisi idul adha di China rupanya lebih mirip dengan tradisi idul fitri di Indonesia. Perayaan hari raya idul adha ternyata lebih meriah dari idul fitri. Fenomena ini juga terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Di Mesir, misalnya, hari raya idul adha justru lebih semarak dari pada hari raya idul fitri.
Di China, terdapat sekitar 20 juta umat Muslim. Kebanyakan mereka hidup di wilayah Xingjiang, Ninjisha, Kanshu, Shanghai, Yunan, Shanshi, juga di Mongolia Dalam. Sayangnya, umat Muslim yang hidup di wilayah-wilayah dataran-pedalaman seperti Xinjiang, Yunan, dan Mongolia belum mendapatkan hak sepenuhnya dari pemerintahan China. [Hanin Mazaya/hidayatullah]