Oleh Nurul Aini Najibah
Pegiat Literasi
Saat musim hujan tiba, banjir seolah menjadi tamu rutin yang tak terelakkan kedatangannya. Bencana ini seolah menjadi peristiwa yang berulang di berbagai daerah di Indonesia. Negara yang dahulu dikenal sebagai paru-paru dunia ini kini terus menghadapi banjir tanpa henti. Seperti halnya yang terjadi di wilayah Jabodetabek saat ini. Jakarta dan Bekasi menjadi wilayah yang terdampak paling parah. Akibatnya, warga yang terdampak banjir terpaksa harus mengungsi. Banyak tempat tinggal, kendaraan, serta harta benda mereka mengalami kerusakan akibat banjir.
Seorang peneliti ahli madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Yus Budiono, mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor utama yang menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek, yaitu penurunan permukaan tanah, perubahan penggunaan lahan, naiknya permukaan air laut, serta fenomena cuaca ekstrem. (tribunjabar.com, 9/3/2025)
Buah Pahit Pembangunan Kapitalistik
Terjadinya banjir berulang di Indonesia berkaitan erat dengan perencanaan pembangunan wilayah yang kurang menyeluruh dan mendalam. Dan juga bukan hanya disebabkan oleh curah hujan tinggi dan pendangkalan sungai. Namun, akar permasalahannya terletak pada kebijakan pembangunan yang berorientasi kapitalisme. Suatu kebijakan berparadigma kapitalistik menghantarkan pada konsep pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia.
Ketidakseimbangan bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia berakar pada sifat serakah. Pembangunan berorientasi kapitalisme terus dilakukan sebagai hasil dari kebijakan yang juga berpihak pada kepentingan tersebut. Alih fungsi lahan semakin marak terjadi ketika para pengambil kebijakan lebih mengutamakan keuntungan materi daripada kelestarian lingkungan.
Bukan rahasia lagi bahwa para pemodal memiliki pengaruh besar dalam lingkaran kekuasaan. Reklamasi pantai, daerah resapan air yang beralih fungsi menjadi perumahan elite atau kawasan wisata, hanyalah sebagian kecil dari kenyataan yang terlihat.
Ekosistem perkotaan perlahan berubah menjadi hutan beton demi mengejar apa yang disebut sebagai “pertumbuhan ekonomi.” Rencana tata ruang wilayah pun mudah disesuaikan dengan kepentingan pemodal. Sementara itu, analisis dampak lingkungan dalam proyek pembangunan sering kali hanya menjadi formalitas yang akhirnya terabaikan demi kepentingan kapitalis.
Demi meraup keuntungan, pembangunan dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Inilah wajah pembangunan kapitalistik yang hanya berorientasi pada profit, tanpa mempedulikan dampaknya terhadap lingkungan dan tata kota. Akibatnya, masyarakat yang harus menanggung jatuhnya korban jiwa, rumah yang terendam banjir, serta warga yang terpaksa mengungsi.
Inilah dampak dari pembangunan kapitalistik yang mengesampingkan prinsip-prinsip Islam dan hanya mengikuti ambisi manusia dalam meraih keuntungan materi sebesar-besarnya. Dampak ini telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41)
Solusi Islam
Pembangunan yang berorientasi kapitalisme bukanlah spirit pembangunan dalam Islam. Negara tidak seharusnya mengalihfungsikan lahan demi kepentingan segelintir orang atau mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Dalam proses pembangunan, negara harus berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan lahan yang adil dan berkelanjutan.
Ada kondisi alam yang tidak bisa diintervensi oleh manusia. Jika perubahan terjadi secara alami, kestabilan lingkungan tetap terjaga. Oleh karena itu, manusia dilarang melakukan aktivitas yang dapat merusak keseimbangan alam.
Dalam proses pembangunan, negara harus memastikan adanya infrastruktur yang mampu menampung curah hujan dari daerah aliran sungai dalam jumlah besar, salah satunya dengan membangun bendungan. Pada masa kejayaan Islam, berbagai jenis bendungan didirikan tidak hanya untuk mencegah banjir, tetapi juga sebagai sarana irigasi guna mendukung kebutuhan pertanian.
Negara juga akan membangun kanal atau sistem drainase untuk mengurangi dan mengalihkan aliran air dalam jumlah besar ke lokasi yang lebih aman. Selain itu, pengerukan lumpur di sungai dan daerah aliran air akan dilakukan secara berkala guna mencegah pendangkalan.
Di kawasan pesisir yang menjadi permukiman penduduk, negara akan memetakan wilayah-wilayah rendah yang rentan terhadap banjir rob atau memiliki daya serap tanah yang minim. Kebijakan khusus akan dirancang untuk masyarakat di daerah tersebut, termasuk skenario agar mereka tetap memiliki akses air bersih, baik melalui pembangunan sumur, penampungan air, atau solusi lain yang sesuai.
Menjadikan pembangunan yang ramah lingkungan sebagai prioritas merupakan bagian dari visi pemerintahan Islam. Sungguh, kita semua menginginkan sebuah negeri yang aman, sejahtera, dan terbebas dari bencana serta bahaya. Itulah gambaran negeri ideal yang didambakan setiap orang. Sungguh ironis, negeri yang begitu indah hingga dijuluki Zamrud Khatulistiwa justru menderita akibat banjir yang melanda di berbagai wilayah, buah dari sistem yang tidak berlandaskan kebenaran. Belum lagi bencana-bencana lain yang semakin menjauhkan berkah Allah darinya.
Wallahu a’lam bii Ash-Shawab