JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan Kementerian Agama sebagai pengelola haji tahun ini agar tidak bersikap seperti “agen travel” yang mencari keuntungan dalam pengelolaan haji.
MUI menegaskan negara harus tetap berorientasi pada nirlaba dan pelayanan publik (public service) dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Orientasi negara hadir itu nirlaba dan public service, bukan malah berfungsi sebagai ‘agen travel’ yang berorientasi keuntungan,“ ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Prof Ni’am mengatakan bahwa tugas negara dalam urusan keagamaan, termasuk haji, adalah mengadministrasikan dan memfasilitasi pelaksanaan ibadah haji bagi umat Islam.
“Undang-undang tidak mengatur keabsahan haji, tetapi bagaimana negara memfasilitasi umat Islam yang berkewajiban berhaji agar bisa menunaikan ibadahnya dengan baik, termasuk dalam pengelolaan keuangan hajinya,” jelasnya.
Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta ini juga menyoroti bahwa peran negara dalam pengelolaan keuangan haji harus difokuskan pada optimalisasi dana yang terkumpul dari calon jamaah haji, tanpa melanggar prinsip syariah.
“Setoran dana oleh calon jamaah haji tidak diniatkan untuk kepentingan investasi, tetapi semata-mata untuk mendapatkan porsi berangkat ibadah haji,” tegasnya.
Dalam RDPU tersebut, MUI bersama Komisi VIII DPR RI dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) membahas rencana revisi undang-undang pengelolaan keuangan haji.
Turut hadir dalam rapat sekjen MUI, Buya Amirsyah Tambunan, Wasekjen MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, H. Rofiqul Umam Ahmad, Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Abdurahman Dahlan.
Prof Ni’am menekankan bahwa negara harus memastikan keuangan haji tetap transparan, aman, dan bermanfaat bagi jamaah.
“Negara harus hadir untuk mengelola dana umat dengan sebaik-baiknya, memastikan kebermanfaatan, dan tidak melenceng dari tujuan ibadah,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)