GAZA (Arrahmah.id) — Merespon buntunya negosiasi gencatan senjata Fase II dan potensi perang Gaza yang akan kembali pecah, kelompok Perlawanan Palestina Hamas diperkirakan sedang menyiapkan 30.000 anggotanya, lapor Channel 13 Israel (4/3/2025).
Laporan itu mengutip seorang perwira intelijen di salah satu unit cadangan IDF yang mengatakan bahwa Hamas telah berhasil merekrut ribuan petempur baru.
“Situasi Hamas sekarang mulai kembali menjadi serupa,” kata laporan menjelaskan tentang kembalinya kekuatan Hamas.
Situasi Gaza yang kembali di ambang perang terjadi karena Israel melanggar kesepakatan awal soal gencatan senjata tiga tahap, di mana fase pertamanya sudah berahir pada 28 Februari 2025 silam.
Alih-alih melanjutkan negosiasi ke Tahap II, Israel malah mengumumkan persetujuan terhadap usulan Aserika Serikat (AS) melalui usulannya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang memaksa perpanjangan gencatan senjata tahap pertama.
Usulan tersebut melibatkan pembebasan separuh sandera yang masih hidup dan pengembalian separuh jenazah pada hari pertama kesepakatan yang dilanjutkan.
Sisa sandera dan jenazah akan dikembalikan pada hari ke-42, yang akan menjadi hari terakhir gencatan senjata.
Hamas menolak usulan ini. Israel kemudian memaksanya dengan melakukan blokade semua bantuan kemanusiaan untuk Gaza.
Belakangan, Israel menunjukkan gelagat untuk melanjutkan perang Gaza.
Dalam konteks tersebut, Presiden Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pemanggilan 400.000 tentara cadangan (reserve division) untuk ditempatkan ke wilayah perbatasan Gaza.
Keputusan untuk memobilisasi ratusan ribu pasukan diambil Netanyahu di tengah kekhawatiran akan pertempuran baru di Jalur Gaza.
Lewat keputusan itu, Israel akan memobilisasi hingga 400.000 tentara cadangan pada tanggal 29 Mei 2025.
Jumlah tersebut meningkat tajam bila dibandingkan perintah sebelumnya, dimana Netanyahu saat itu hanya memobilisasi sebanyak 320.000 tentara cadangan.
Mengutip dari Middle East Monitor, pemanggilan 400.000 tentara cadangan ke Gaza dilakukan Netanyahu untuk menekan militan sayap kanan Palestina, Hamas.
Ini lantaran beberapa waktu lalu Hamas menolak menerima perpanjangan sementara yang diusulkan oleh utusan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. (hanoum/arrahmah.id)