LOS ANGELES (Arrahmah.id) — Piala Oscar 2025 mencatat sejarah baru. Film dokumenter berjudul No Other Land, garapan jurnalis Israel Yuval Abraham dan sineas Palestina Basel Adra, sukses membawa pulang piala untuk kategori Film Dokumenter Terbaik.
No Other Land mengangkat kisah Basel Adra yang mendokumentasikan kampung halamannya di Masafer Yatta, Tepi Barat, yang dihancurkan oleh pemukim Yahudi.
Dalam pidato kemenangannya, Adra mengungkap harapannya agar putrinya yang baru lahir tidak harus menjalani kehidupan penuh ketakutan seperti yang ia alami.
“Sekitar dua bulan lalu, saya menjadi seorang ayah, dan harapan saya adalah putri saya tidak perlu mengalami kehidupan yang penuh ketakutan akan kekerasan para pemukim, pembongkaran rumah, dan pengusiran paksa seperti yang dihadapi masyarakat kami di Masafer Yatta setiap hari, di bawah penjajahan Israel,” kata Adra di atas panggung Oscar, seperti dikutip dari Al Jazeera (3/3/2025).
Piala Oscar 2025 jadi puncak pengakuan internasional buat No Other Land. Sebelumnya, film ini juga menyabet penghargaan Dokumenter Terbaik di Festival Film Internasional Berlin 2024 dan meraih predikat Film Non-Fiksi Terbaik dari New York Film Critics Circle.
Sementara itu, Yuval Abraham dalam pidatonya menyerukan diakhirinya perang di Gaza serta pembebasan semua sandera yang masih tertahan. Ia juga dengan tegas mengecam dukungan tanpa syarat Amerika Serikat terhadap kebijakan pemerintah Israel.
“Kami membuat film ini, Palestina dan Israel, karena dengan bersama-sama suara kita lebih kuat. Kita melihat satu sama lain, penghancuran yang mengerikan terhadap Gaza serta warganya yang harus diakhiri. Sandera Israel, yang ditawan secara brutal dalam kejahatan 7 Oktober, harus dibebaskan,” ujar Abraham.
No Other Land merupakan film dokumenter hasil kolaborasi empat sineas dari Palestina dan Israel: aktivis sekaligus jurnalis Palestina Basel Adra, jurnalis Israel Yuval Abraham, pembuat film Israel Racher Szor, serta sineas dan petani Palestina Hamdan Ballal.
Film ini berfokus pada kehidupan Basel Adra yang tinggal di Masafer Yatta, sebuah wilayah agrikultur di Tepi Barat, Palestina. Selama lima tahun, Adra mendokumentasikan bagaimana tentara Israel secara bertahap menghancurkan pemukiman dan menindas warga tak bersalah.
Di wilayah itu, Adra bertemu Yuval Abraham, seorang jurnalis asal Be’er Sheva, Israel, yang hanya berjarak 25 menit dari Masafer Yatta. Yuval, yang awalnya tak pernah berinteraksi langsung dengan rakyat Palestina, merasa kagum melihat perjuangan Adra.
Dari sana, keduanya berteman dan bersatu dalam satu misi: mengungkap kebenaran dan melawan ketidakadilan melalui film ini.(hanoum/arrahmah.id)