GAZA (Arrahmah.id) – Beberapa negara Arab dan organisasi-organisasi hak asasi manusia telah mengutuk keputusan “Israel” untuk menghentikan pengiriman bantuan ke Jalur Gaza, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata dan hukum internasional dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata.
“Israel” memblokir masuknya pengiriman bantuan ke Gaza pada Ahad (2/3/2025) beberapa jam setelah tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok Palestina Hamas berakhir, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kelaparan dan kesulitan yang lebih besar selama bulan suci Ramadhan yang dimulai pada akhir pekan.
Mesir dan Qatar, yang memediasi perundingan antara Hamas dan “Israel”, serta Arab Saudi dan Yordania, mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengkritik langkah “Israel” untuk memblokir masuknya makanan, obat-obatan dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan bahwa pihaknya “mengutuk keras keputusan pemerintah ‘Israel’ untuk memblokir bantuan kemanusiaan dan menutup penyeberangan yang digunakan untuk upaya-upaya bantuan”.
Kementerian tersebut mengatakan bahwa tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa Keempat, dan “semua prinsip-prinsip agama”. Konvensi Jenewa Keempat, yang diadopsi pada 1949, memberikan perlindungan kemanusiaan bagi warga sipil di zona perang.
Pada Ahad malam, Qatar juga mengutuk keputusan “Israel” untuk memblokir bantuan ke Gaza dan menekankan “penolakan tegas terhadap penggunaan makanan sebagai senjata perang dan kelaparan warga sipil”.
“Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mewajibkan “Israel” untuk memastikan masuknya bantuan kemanusiaan yang aman dan berkelanjutan tanpa hambatan,” kata Kementerian Luar Negeri Qatar.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan, “Kerajaan mengutuk dan mengecam keputusan pemerintah pendudukan’ Israel’ untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, menggunakannya sebagai alat pemerasan dan hukuman kolektif.”
Dikatakan bahwa keputusan tersebut merupakan “serangan langsung terhadap prinsip-prinsip hukum kemanusiaan internasional di tengah krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung yang dihadapi oleh rakyat Palestina”.
Yordania mengatakan bahwa langkah “Israel” tersebut mengancam “untuk memanaskan kembali situasi di sektor ini”.
“Kami menekankan perlunya ‘Israel’ berhenti menggunakan kelaparan sebagai senjata untuk melawan warga Palestina dan orang-orang yang tidak bersalah,” kata Kementerian Luar Negerinya.
Laporan Al Jazeera mengatakan bahwa “Israel” sekali lagi menggunakan “makanan dan air sebagai senjata perang untuk kepentingan politik”.
“Dalam hal air, misalnya, 80 persen waduk di Gaza telah hancur total bersama dengan infrastruktur desalinasi. Jadi ada ketergantungan penuh pada truk-truk yang membawa pasokan air,” ujar laporan tersebut.
“Sementara itu, rumah sakit masih terus berjuang. Dan dengan keputusan untuk menahan semua bantuan yang masuk ke Gaza, termasuk pasokan medis, mereka kemungkinan akan terus berjuang untuk menyediakan perawatan bagi kelompok-kelompok rentan.”
Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengatakan: “Tanpa akses ke bantuan, kehidupan orang-orang berada di ujung tanduk sekali lagi.”
Direktur regional Dewan Pengungsi Norwegia untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Angelita Caredda, juga mengatakan bahwa pemblokiran bantuan ke Gaza akan mendorong penduduk sipilnya “menuju kehancuran”.
“Pemerintah ‘Israel’ harus segera membatalkan keputusan ini. Para aktor internasional harus melakukan segala cara untuk memastikan akses ke Gaza dibuka kembali, sehingga bantuan dapat sampai kepada mereka yang membutuhkan tanpa penundaan atau gangguan lebih lanjut,” ujar Caredda dalam sebuah pernyataan. (haninmazaya/arrahmah.id)