BERLIN (Arrahmah.id) — Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, menceritakan detail pengalaman terbarunya di Jerman selama wawancara eksklusif dengan Podcast FloodGate milik Palestine Chronicle pada hari Kamis (27/2/2025).
Pada tanggal 18 Februari, polisi Jerman mengepung acara di Berlin yang menampilkan Albanese, menyusul tekanan politik dan hukum yang kuat yang memaksa penyelenggara untuk pindah dua kali ke tempat yang semakin kecil.
Awalnya dijadwalkan berlangsung di Freie Universitat Berlin, acara tersebut awalnya dipindahkan karena tekanan, kemudian dipindahkan lagi setelah penolakan tambahan.
Albanese menggambarkan situasi tersebut sebagai bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap kebebasan berbicara di Jerman, khususnya yang menyangkut Palestina.
Dia mengaku menghadapi ancaman penangkapan, pelecehan, dan intimidasi dari otoritas Jerman karena berbicara tentang genosida Israel dan kolonialisme pemukim Yahudi.
“Saya diancam akan ditangkap, dan itu sangat menegangkan karena saya tidak pernah diancam akan ditangkap. Saya seorang pengacara. Saya seharusnya tidak berada dalam situasi ini,” ujar dia, seraya menambahkan dia terhindar dari penahanan hanya karena kekebalan diplomatiknya sebagai pejabat PBB.
Meskipun berperan sebagai pakar PBB, Albanese mendapati dirinya berada di bawah tekanan luar biasa, termasuk intervensi oleh para politisi Jerman dan duta besar Israel, yang bertujuan menghalanginya berbicara di universitas.
Albanese membandingkan situasinya dengan Pelapor Khusus PBB Richard Bennett, yang telah melakukan perjalanan ke Afghanistan yang dikuasai Taliban tiga kali tanpa menghadapi ancaman seperti itu.
“Alasan mengapa (penangkapan) tidak terjadi adalah karena Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan dengan jelas bahwa saya memiliki hak istimewa dan kekebalan dalam menjalankan fungsi saya, dan Jerman akan membuat preseden negatif seperti itu,” jelas dia.
Taktik Gaya Mafia Albanese menggambarkan bagaimana otoritas Jerman menggunakan taktik koersif untuk menghalangi acaranya, kampanye tekanan yang dia samakan dengan “taktik gaya mafia.”
“Ini bukan sekadar penyensoran. Ini intimidasi. Ini pelecehan. Ini taktik ala mafia,” tegas dia.
“Demokrasi macam apa ini ketika polisi mengintimidasi tempat dan penyelenggara hanya karena seseorang berani berbicara tentang Palestina?” tanya dia.
Melampaui Krisis Moral Di luar cobaan pribadinya, Albanese membahas krisis moral Jerman yang semakin dalam terkait dukungannya yang tak tergoyahkan terhadap Israel.
“Saya pikir kita sudah melewati krisis moral. Ada pelukan antara Israel dan Jerman. Meskipun secara manusiawi saya memahami sebagian darinya, saya juga merasa muak. Itu bukan pelukan yang sehat,” tutur dia.
Menurut Albanese, keberpihakan politik ini telah menyebabkan penindasan yang meluas terhadap suara-suara pro-Palestina di Jerman.
Dia mencatat selama berbulan-bulan, polisi Jerman telah menahan, melecehkan, dan bahkan memukuli orang-orang yang berdiri dalam solidaritas dengan Palestina.
“Hasilnya adalah tidak ada seorang pun saat ini, bahkan lembaga pemikir, masyarakat sipil, organisasi hak asasi manusia, atau bahkan akademisi yang mau bersuara,” pungkas dia memperingatkan.(h