Oleh Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi PR besar yang butuh keseriusan pemerintah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan bahwa ada 28.789 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada 2024, adapun 24.973 kasus di antaranya menimpa perempuan. Pemerintah perlu menyelesaikan masalah ini supaya tercipta keluarga yang harmonis yang menjadi pilar kekokohan negara.
Karena itu, DP2KBP3A (Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Bandung yang diketuai oleh K.M. Khairun menggelar acara sosialisasi pencegahan KDRT yang dilaksanakan pada Rabu 12 Februari 2025 di Roemah Sado, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Acara tersebut dihadiri oleh lurah juga aparat desa. Adapun tujuan diadakannya adalah untuk menekan angka KDRT dan pernikahan anak serta menekankan bimbingan aparat pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). (Bandungraya.net, 13/2/2025)
Ada banyak hal yang bisa memicu terjadinya KDRT, namun yang paling sering menjadi penyebabnya adalah permasalahan ekonomi, kondisi psikis yang buruk dan pola pikir yang keliru tentang hubungan suami istri. Dan dari sekian faktor pemicu, ekonomilah yang banyak dikeluhkan para pelaku dan korban KDRT. Memang tak dimungkiri jika ekonomi rakyat Indonesia saat ini sedang terpuruk, lapangan pekerjaan sempit, upah yang rendah, kebutuhan pokok harganya meroket, gaya hidup hedon dan yang lainnya menyebabkan para istri menuntut pada para suami. Jika tidak bisa terpenuhi, istri terdorong untuk bekerja agar mandiri secara finansial.
Selanjutnya, standar hidup tinggi yang sulit digapai menciptakan tekanan berat yang memperburuk kesehatan mental masyarakat. Sehingga banyak ditemui orang yang berlaku impulsif yang tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan saat emosinya tersulut. Oknum pelaku bahkan tega menyakiti pasangan, anak atau anggota keluarga lainnya yang berujung pada cacat fisik hingga hilangnya nyawa.
Semua itu diperparah dengan pola pikir patriarki tanpa batas yang masih dipegang masyarakat dan lemahnya sanksi. Sehingga ada sebagian laki-laki yang menyalahgunakan kepemimpinanya kepada keluarga dengan berlaku tidak adil, otoriter bahkan kasar pada istri dan anaknya.
Pemerintah sadar akan fakta tersebut dan berupaya keras dalam menghentikan masalahnya dengan berbagai upaya sebagai berikut. Pertama, memberlakukan Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 untuk menghapuskan KDRT. Kedua, membuat lembaga perlindungan perempuan dan anak. Ketiga, sosialisasi dan edukasi berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Keempat, mengkampanyekan kesetaraan gender dan membuka ruang bagi perempuan untuk terlibat dalam membuat kebijakan.
Upaya-upaya tersebut berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat, hal itu terbukti dengan makin banyak korban yang berani bersuara di media sosial, di publik serta melaporkan kasusnya pada aparat. Korban kekerasan pun mendapatkan pendampingan dan wadah untuk berlindung saat ada lembaga yang mengurusinya. Hanya saja itu tidak cukup efektif karena angkanya tetap tinggi.
Akar masalahnya disebabkan oleh hukuman yang diberlakukan dinilai masyarakat masih jauh dari kata menjerakan. Selain itu, efek samping dari kampanye yang dilakukan angka perceraian malah semakin tinggi karena banyak perempuan yang menganggap setara dengan laki-laki hingga tidak lagi menghargai perannya sebagai kepala keluarga, bahkan merasa tidak membutuhkannya. Ini akibat pola pikir feminisme yang tidak sadar telah disebarkan oleh pejabat terkait.
Maka untuk mengentaskan KDRT akan menjadi hal mustahil dalam iklin kapitalisme yang dijalankan negara saat ini. Lain halnya apabila negara mau menerapkan prinsip-prinsip Islam di dalam kepengurusannya terhadap rakyat juga mengedukasikannya kepada setiap individu masyarakat. Akan bisa ditemui keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah yang mampu menjadi benteng terkecil dalam mewujudkan generasi takwa bukan generasi yang suka akan kekerasan. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.(Q.S Ar-Rum :21)
Dari ayat tersebut Islam mengajarkan bahwa dalam rumah tangga itu harus dilandasi dengan kasih sayang, maka kekerasan dalam bentuk apapun tidak akan dibenarkan. Karenanya, setiap individu yang hendak menikah perlu memiliki ilmu agar mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, masyarakat Islam terbiasa dengan budaya amar makruf nayi mungkar yang menyebabkan mereka akan saling menasehati dalam kebenaran dan mencegah apabila ada sesuatu yang keliru termasuk dalam kehidupan rumah tangga.
Selanjutnya, dalam Islam negara punya peran penting dalam menjaga darah, harta dan kehormatan warganya. Sehingga negara akan menciptakan ekonomi yang baik dengan memanfaatkan segala sumber daya alam agar dikelola secara mandiri oleh negara. Dengan begitu negara mampu menciptakan lapangan kerja yang luas dan mengontrol agar kebutuhan masyarakat mudah dijangkau.
Dari sisi mental, negara akan menanamkan nilai-nilai Islam dan menjauhkan pengaruh hedonisme barat, patriarki, feminisme, standar yang keliru serta pola pikir rusak lainnya yang membahayakan pemikiran umat. Kemudian menggantinya dengan nilai Islam yang mulia dan luhur yang diterapkan dalam kehidupan keseharian. Dengan begitu, rakyat akan terpelihara kesehatan mentalnya dan mampu mengendalikan dirinya sekalipun dalam kondisi marah.
Namun, jika dengan upaya tersebut masih ada yang melakukan KDRT negara akan memberlakukan hukum jinayat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Hukumannya juga akan ditunjukkan pada seluruh rakyat agar menjadi efek jera bagi semua. Dengan semua mekanisme ini, KDRT akan mampu dihapuskan tanpa meniggalkan efek samping buruk lainnya.
Wallaahu a’lam bish shawaab