TEL AVIV (Arrahmah.id) — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeklaim dirinya bercanda saat menyebut negara Palestina bisa didirikan di Arab Saudi, mengingat negeri kerajaan itu memiliki banyak lahan.
Komentar Netanyahu dilontarkan saat menanggapi pertanyaan jurnalis Israel, Yaakov Bardugo, dalam wawancara mengenai normalisasi hubungan diplomatik dengan Arab Saudi.
Bardugo—yang diduga salah ucap—menanyakan, apakah Riyadh akan menunjukkan kemajuan sikap normalisasi jika tak ada negara Arab Saudi.
“Negara Palestina (maksudnya)?” Netanyahu mengoreksinya, dikutip dari kantor berita AFP (10/2/2025)
“Kecuali kalau Anda menginginkan negara Palestina didirikan di Arab Saudi. Mereka punya banyak lahan,” lanjutnya, yang diklaim sebagai candaan.
Beberapa media Israel yang dikutip kantor berita AFP pun menyebutnya sebagai lelucon.
Netanyahu lalu mengarahkan pembicaraan ke Perjanjian Abraham, yang menengahi normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Israel.
“Saya pikir kita harus membiarkan proses ini berjalan sebagaimana mestinya,” ujar dia. Situasi diperparah dengan wacana dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya ke luar negeri.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada Ahad (9/2/2025) kemudian mengecam pernyataan Netanyahu, menyebutnya pengalihan perhatian dari pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Arab Saudi mengatakan, “Mentalitas pendudukan ekstremis ini tidak memahami apa arti tanah Palestina.”
Tak ketinggalan, negara-negara Arab lainnya turut mengecam pernyataan Netanyahu pada hari yang sama.
Kepala Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan, pemikiran Netanyahu tidak dapat diterima.
“Tidak lebih dari sekadar fantasi atau ilusi,” kecamnya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Yordania menyebutnya hasutan dan jelas-jelas melanggar hukum internasional.
“(Warga Palestina) berhak mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat,” sebut Kemenlu Yordania.
Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) mengecam komentar Netanyahu tercela dan provokatif, sedangkan Kemenlu Palestina menyebutnya rasialis.
Bagi warga Palestina, upaya apa pun untuk memaksa mereka keluar dari Gaza akan mengungkit kenangan kelam “Nakba” atau “bencana”, yaitu pemindahan massal warga Palestina saat Israel didirikan pada 1948. (hanoum/arrahmah.id)