DAMASKUS (Arrahmah.id) — Menteri Luar Negeri Suriah Murhaf Abu Qasra, pada Kamis (6/2/2025), mengatakan bahwa pemerintahannya masih mempertimbangkan kelanjutan pangkalan militer Rusia di teritori Suriah. Ia mengklaim pangkalan tersebut harus sesuai dengan kepentingan negaranya.
Pada akhir Januari, pemerintah baru Suriah sudah membatalkan perjanjian dengan Rusia soal pangkalan Angkatan Laut (AL) di Tartus. Pihaknya mengklaim bahwa keberadaan pangkalan militer Rusia itu tidak membawa dampak dan memberikan pemasukan bagi negara.
Abu Qasra mengungkapkan bahwa pangkalan militer Rusia di Suriah diperbolehkan beroperasi dengan syarat keberadaannya sesuai dengan kepentingan dan memberikan keuntungan bagi Suriah.
“Jika kami mendapatkan keuntungan untuk Suriah dari pangkalan militer Rusia tersebut. Maka jawabannya adalah ya. Dalam politik tidak ada musuh-musuh yang permanen,” terangnya, dilansir The Moscow Times (7/2/2025).
Pada Januari, Damaskus juga mendesak Moskow untuk mengakui kesalahannya di masa lalu. Mereka pun mendesak Rusia memberikan ganti rugi atas keterlibatannya dalam Perang Sipil Suriah.
Pangkalan militer Rusia di Tartus dan Khemimim adalah dua pangkalan peninggalan Uni Soviet di Suriah. Keberadaan pangkalan tersebut sangat penting bagi aktivitas militer Rusia di Afrika dan Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir. (hanoum/arrahmah.id)