Oleh Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Bandung meningkat 3 kali lipat dari 324 ekor di tahun 2023 menjadi 1.050 ekor hewan yang terinfeksi pada 2024. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ningning Hendasah mengungkapkan bahwa hewan ternak yang terinfeksi tersebut diduga bukan berasal dari Kabupaten Bandung melainkan dikirim dari Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Seharusnya ternak tersebut terbebas dari penyakit, termasuk PMK. Karena sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Dari fakta tersebut, ada kemungkinan SKKH (surat keterangan kesehatan hewan) yang tidak disertai dari asalnya hewan. Adapun upaya Dinas Pertanian dalam menekan sebaran PMK di Kabupaten Bandung adalah dengan cara melakukan pengobatan dan vaksinasi. Diharapkan dengan upaya ini penyebaran PMK di bisa ditekan. (Jabar.tribunnews.com,15/1/2025)
PMK disebabkan oleh virus RNA dari genus Apthovirus, famili Picornaviridae yang sangat menular dan bisa bertahan lama di lingkungan. Virus ini bisa dengan mudah menyebar melalui kontak langsung, kontak tidak langsung, pergerakan hewan, lemahnya biosekuriti dan faktor alam. Selain itu, perdagangan hewan antar daerah, transportasi yang tidak memadai juga kurangnya koordinasi antar daerah pengirim dan penerima dalam pengecekan kesehatan hewan bisa membuat penyebaran virus PMK semakin meluas.
Namun, perdagangan hewan antar daerah tidak bisa dihentikan karena ketersediaan hewan ternak di tiap daerah tidak merata. Selain itu, seringkali permintaan di suatu daerah bisa jadi lebih tinggi dari ketersediaan hewan ternaknya. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan membuat aturan agar setiap ternak yang akan dikirim itu perlu diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Jika tidak ada masalah kesehatan, SKKH akan diberikan dan hewan tersebut aman untuk dikirim ke luar daerah. Jika ditemukan penyakit dalam hewan tersebut, pemerintah akan melakukan pengobatan juga memberikan vaksinasi agar penyakit tersebut tidak menyebar luas.
Sayangnya, kasus penyebaran PMK di Kabupaten Bandung memberikan gambaran bahwa SKKH tidak bisa dijadikan jaminan kesehatan ternak. Ini juga menunjukkan ada kelemahan dalam upaya pencegahan penyebaran kasus PKM di daerah asal. Vaksinasi juga tidak bisa diandalkan karena hanya bisa efektif membunuh satu serotipe virus saja sedangkan PMK ini memilki tujuh serotipe. Adapun pengobatan yang dilakukan juga bersifat terbatas bagi peternak yang memiliki dana pengobatan, jika tidak maka mereka hanya bisa pasrah ternaknya sakit bahkan mati.
Untuk mengatasi penyebaran virus PMK, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah:
Pertama, perlu dilakukan verifikasi surat keterangan kesehatan yang ketat di tiap pintu masuk daerah.
Kedua, setiap hewan ternak yang datang perlu dikarantina terlebih dahulu sampai batas waktu tertentu yang menjamin terbebas dari penyakit menular.
Ketiga, pengawasan yang ketat terhadap lalu lintas hewan antar daerah untuk mencegah hewan terinfeksi berpindah ke tempat yang lain.
Keempat, memberikan edukasi kepada peternak dan masyarakat umum supaya mereka sadar akan kesehatan hewan sehingga memperhatikan biosekuriti dan pencegahan penyakit PMK.
Hanya saja, upaya di atas sulit untuk untuk diwujudkan dalam sistem kapitalisme yang saat ini berlaku. Karena sistem ini hanya menjadikan materi sebagai motivasi manusia dalam melakukan suatu perbuatan, sehingga manusia mampu melakukan segala cara untuk meraih keuntungan tanpa mempertimbangkan baik buruk atau halal haramnya. Maka kita dapati petugas yang tidak amanah yang mau membuat SKKH palsu atau meloloskan hewan yang terbukti berpenyakit.
Pemerintah juga hanya bisa menjalankan fungsi regulasinya sehingga tidak memampukan diri menyediakan tempat karantina bagi hewan yang datang dari luar daerah apalagi menugaskan orang untuk menjaga kebersihan dan keamanannya. Edukasi yang dilakukan juga tidak merata sehingga masih banyak peternak dan masyarakat yang abai dengan virus PMK ini. Bahkan ada kasus masyarakat mengonsumsi hewan ternak yang mati karena terinfeksi virus yang menyebabkan banyak orang sakit.
Maka, untuk menyelesaikan persoalan PMK ini kita perlu pemerintahan yang amanah dan juga mau terjun langsung dalam penyelesaiannya. Islam adalah satu-satunya harapan karena agama ini memilki aturan yang menyeluruh bagi kehidupan kita termasuk dalam masalah kesehatan hewan sekalipun. Pemerintah yang menerapkan Islam akan memampukan diri dan berusaha untuk menjaga setiap rakyatnya agar terhindar dari bahaya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis yang artinya:
“Tidak boleh membuat kemudharatan pada diri sendiri dan membuat kemudharatan pada orang lain.”(H.R. Malik)
Dalam menyelesaikan penyebaran PMK Islam akan menjalankan aturan-aturan berikut:
Pertama, pemerintah akan mengangkat petugas yang amanah dalam menjalankan tugasnya dalam menjaga kesehatan hewan ternak.
Kedua, pemerintah akan berusaha menyediakan tempat karantina yang layak untuk memastikan kesehatan hewan ternak. Begitu juga dengan vaksin dan obat-obatan yang diperlukan dalam menjaga kesehatan hewan ternak untuk konsumsi masyarakat.
Ketiga, pergerakan heawan ternak akan dipantau secara ketat apalagi jika telah diketahui ada penyebaran virus yang menjangkitinya. Akan dipisahkan dengan baik mana daerah yang memiliki kasus penyebaran virus dan mana yang tidak. Sehingga virus tidak berpindah ke daerah lain.
Keempat, memberikan edukasi kepada peternak dan masyarakat luas tentang biosekuriti dan pencegahan PMK. Tidak cukup dengan itu, pemerintah akan berusaha menyediakan segala kebutuhan peternak dalam menjalankannya. Jika masih ada hewan terjangkit setelah upaya preventif tersebut, pemerintah akan menyediakan pengobatan dan vaksinasi gratis agar peternak dan masyarakat tidak terbebani.
Begitulah sifat dari pemerintahan yang dilandasi dengan Islam, kehadirannya akan menjadi solusi yang akan menuntaskan masalah sampai tuntas. Untuk itu, sebagai seorang muslim yang menghendaki keridaan dari Allah Swt. perlu bagi kita untuk memperjuangkan kehidupan kita diatur kembali dengan aturan Islam yang rahmatan lil ‘aalamin.
Wallahu a’lam bish shawaab