(Arrahmah.id) – Hari Ahad 19 Januari 2025 adalah merupakan hari pertama gencatan senjata dan masuknya fase pertama dari kesepakatan damai yang telah ditanda tangani di Doha, Qatar.
Gencatan senjata dimulai tepat jam 8.30 waktu Gaza bertepatan dengan jam 13.30 WIB. Dan penukaran tawanan pertama dilakukan hari ini juga pada jam 16.00 waktu Gaza atau jam 21.00 WIB.
Majid Al Anshari, Jubir Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan bahwa negara-negara penengah kesepakatan damai merasa tenang dengan keadaan yang ada di Gaza. Sebab tidak ada satu pun pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Di sisi lain, Majid meminta agar semua pihak tidak mempedulikan pernyataan politis Netanyahu. Karena yang terpenting adalah kenyataan yang ada di lapangan.
Tetang pertanyaan politis Netanyahu yang disinggung adalah merupakan statemen resminya setelah disepakatinya perjanjian damai.
Setelah disepakatinya perjanjian damai, internal ‘Israel’ memang diguncang oleh berbagai tekanan masyarakat dan politik terhadap Netanyahu dan pemerintahannya. Pro kontra di masyarakat terjadi; demo-demo besar dari kedua belah pihak dilakukan. Tekanan kuat politik datang dari Ben Gvir yang juga merupakan salah satu menteri pemerintahan Netanyahu. Dia mengundurkan diri dari pemerintahan dan menyatakan bahwa tukar tawanan ini adalah aib dan menghapus semua capaian perang dan bukti bahwa ‘Israel’ menyerah.
Tapi kesepakatan damai ini tetap dilanjutkan setelah kabinet Netanyahu menyepakati untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian damai tersebut.
Berikut ini ringkasan isi pernyataan resmi Netanyahu:
- Keberhasilan mengembalikan tawanan
- Kehebatan pasukan yang menghabisi kekuatan perlawanan
- Kemungkinan untuk kembali berperang setelah fase pertama selesai dan ini telah didukung oleh Amerika
- Mempertahankan Philadelphia juga daerah kosong di sepanjang perbatasan Gaza ‘Israel’
- ‘Israel’ telah berhasil mengubah wajah Timur Tengah sehingga Hamas hanya sendirian
Thahir An Nunu (Penasehat Kepala Biro Politik Hamas) juga ikut menyikapi statemen Netanyahu yang mengatakan bahwa ‘Israel’ bisa saja kembali melancarkan serangan setelah fase pertama kesepakatan damai dan hal ini telah disetujui oleh Amerika.
“Biden ataupun Trump menyatakan bahwa ini adalah kesepatan damai selamanya dan setiap fase terhubung dan tersambung dengan fase sebelumnya. Adapun statemen Netanyahu bisa jadi ada latar politik atau latar pemilu. Kami tidak mempedulikan hal itu, kami hanya peduli dan komitmen dengan kesepatan yang telah dibuat bersama,” kata An Nunu.
An Nunu menambahkan bukti nyata yang gamblang membuktikan kekalahan Netanyahu dan pasukannya:
“27 Mei yang lalu upaya kesepakatan damai ini telah dibahas dan telah kami setujui pada 2 Juli. Adalah teks yang sama yang dibahas saat itu dengan yang disepakati kali ini. Hanya saja Netanyahu menundanya dan mencoba mengubah poin-poin kesepakatan dengan tekanan militer yang dilakukan terhadap Gaza. Tapi akhirnya ia harus menyepakatinya sekarang.”
Salah satu pembahasan yang paling sensitif adalah soal tukar tawanan. Tentang masyarakat Palestina yang ditawan di penjara-penjara ‘Israel’, Nahid Al Fakhuri (Kepala informasi kantor urusan tawanan Hamas) menjelaskan bahwa banyaknya tawanan Palestina di penjara-penjara ‘Israel’ adalah salah satu pertimbangan mengapa Thufan Al Aqsha diledakkan. Para mujahid bertekad melepaskan semua tawanan dengan cara yang dipahami oleh penjajah.
Peristiwa hasil tukar tawanan lebih dari 1000 orang Palestina yang ditukar dengan seorang tentara bernama Ghilad Salit, menjadi ide besar untuk pembebasan tawanan kali ini.
Berikut ini detail jumlah tukar tawanan sebagaimana dijelaskan oleh Nahid:
Kesepatan damai fase pertama ini sepanjang 6 pekan dengan perincian angka sebagai berikut:
Tawanan ‘Israel’ yang akan dibebaskan hanya berjumlah 33 orang saja. Sementara 1.737 tawanan Palestina akan dibebaskan oleh ‘Israel’.
Di antara masyarakat Palestina yang ditawan di antara mereka adalah orang-orang yang divonis hukuman dalam waktu lama dan ada yang divonis hukuman selamanya.
Jumlah mereka yang akan dibebaskan dari tawanan yang divonis hukuman selamanya berjumlah 296; jumlah ini kurang lebih setengah dari jumlah mereka yang divonis hukuman selamanya di penjara-penjara ‘Israel’ (602 orang). Di antara mereka ada yang sudah dipenjara selama lebih dari 40 tahun.
“Para pejuang telah berkomitmen untuk membebaskan mereka insya Allah,” tegas Nahid.
Di antara jumlah tersebut terdapat 189 orang yang dibebaskan tetapi tidak boleh menetap di Palestina; sebagian ada batas waktu tertentu dan sebagian lain tidak ditentukan batasnya.
Dan ada sejumlah 120 di antara mereka adalah anak-anak (yang belum berusia 18 tahun) dan perempuan.
Secara keseluruhan diperkirakan jumlah masyarakat Palestina di penjara-penjara ‘Israel’ ada sekitar 11.000 orang.
Selain masalah tukar tawanan, ada juga poin kesepatan untuk menarik mundur pasukan ‘Israel’. Netanyahu telah berbohong kepada masyarakatnya yang memang bodoh dengan kalimat-kalimatnya di atas.
Thahir An Nunu membantah dengan data:
Pasukan ‘Israel’ juga akan keluar secara keseluruhan dari seluruh wilayah Gaza dengan tahapan waktu yang telah disepakati pada fase satu dan dua.
Adapun kekhawatiran semua orang tentang karakter bohong dan khianat Zionis, dipastikan menjadi hal yang paling dihati-hati oleh para pejuang dan mereka sudah terbiasa menghadapi karakter busuk tersebut.
Thahir An Nunu menegaskan, “Dipastikan bahwa kami tidak percaya kepada penjajah ini, karena mereka selalu berusaha untuk lari dari penjanjian. Tapi kami yakin bahwa 15 bulan (perang) memastikan bahwa apa yang tidak bisa diambil dengan kekuatan (militer), juga tidak bisa diambil dengan negosiasi di meja perundingan ataupun dengan tekanan apapun bagi rakyat Palestina.” (Rafa/arrahmah.id)