EROPA (Arrahmah.id) – Protes meletus pada Sabtu (18/1/2025) di kota-kota Eropa, termasuk Stockholm, Amsterdam, Berlin dan Wina, ketika ribuan orang turun ke jalan untuk mengecam tindakan “Israel” di Jalur Gaza dan menuntut perubahan yang langgeng setelah pengumuman gencatan senjata antara “Israel” dan Hamas.
Demonstrasi ini terjadi setelah 15 bulan serangan “Israel” ke Gaza yang menyebabkan wilayah tersebut hancur berantakan. Para ahli memperingatkan adanya tantangan besar dalam rekonstruksi Gaza, bahkan ketika kesepakatan tersebut membawa penangguhan hukuman.
Para pengunjuk rasa menekankan perlunya solusi jangka panjang, termasuk pencabutan blokade, akhir pendudukan dan pertanggungjawaban global atas pelanggaran hak asasi manusia, lansir Anadolu (19/1).
Stockholm: Menyerukan sanksi dan pertanggungjawaban
Di Stockholm, ratusan orang berkumpul di distrik Odenplan dengan membawa spanduk bertuliskan: “Anak-anak dibunuh di Gaza”, “Terapkan embargo genosida terhadap Israel” dan “Palestina selamanya”.
Mereka berbaris menuju Kementerian Luar Negeri, mendesak para pengambil keputusan untuk memecah kebisuan mereka atas krisis kemanusiaan di Gaza.
“Jika Anda melihat semua anak yang dibunuh oleh tentara ‘Israel’, Anda harus menguburkan seorang anak setiap hari, dan Anda harus tinggal di sana selama 46 tahun untuk semua pemakaman. Kita harus melakukan bagian kita sebagai manusia dan memprotes untuk menghentikan genosida ini,” ujar seorang aktivis, Krister Holm, kepada para peserta aksi. “Ini masih jauh dari akhir. Kita harus terus mendorong keadilan dan kebebasan untuk Palestina.”
Amsterdam: Gencatan senjata disambut baik namun masih ada ketidakpercayaan
Ratusan orang berkumpul di Dam Square di Amsterdam untuk menyuarakan penentangan terhadap “Israel” dan menyatakan keraguan mereka terhadap gencatan senjata. Para pengunjuk rasa membentangkan plakat bertuliskan: “Hentikan genosida”, “Boikot Israel” dan “Dari sungai ke laut, Palestina akan bebas”.
Mohammed Kotesh menggambarkan gencatan senjata tersebut sebagai “baru permulaan” dan menuntut pencabutan pengepungan “Israel” atas Gaza untuk memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan.
Sam van der Beek juga menyuarakan keprihatinannya. “Tentu saja, saya menyambutnya dengan sepenuh hati. Namun saya juga skeptis karena kita tahu bahwa ‘Israel’ tidak menepati janjinya dalam hal gencatan senjata,” ujar van der Beek.
Ia menekankan bahwa gencatan senjata tidak akan mengakhiri sistem apartheid “Israel” di Tepi Barat dan menyerukan diakhirinya pendudukan.
Berlin: ‘Pawai kemenangan,’ perayaan gencatan senjata
Di Berlin, ribuan orang berkumpul di Oranienplatz di distrik Kreuzberg untuk apa yang digambarkan sebagai “Pawai Kemenangan” menyusul kesepakatan gencatan senjata. Para demonstran membawa spanduk: “Gencatan senjata hanyalah permulaan” dan “Kebebasan untuk Palestina”, sambil meneriakkan slogan-slogan yang menentang “Israel”.
Pawai diakhiri dengan perayaan di Hohensteufenplatz, di mana para peserta menari dan memegang bunga mawar merah.
Namun, ketegangan berkobar ketika sebuah kelompok pro-Israel mengibarkan bendera “Israel” di sepanjang rute protes, yang berujung pada bentrokan dan penangkapan oleh polisi, yang telah mengerahkan langkah-langkah keamanan yang ekstensif.
Wina: Gencatan senjata dirayakan
Di ibu kota Austria, para pendukung Palestina merayakan gencatan senjata untuk menghentikan genosida di Gaza.
Para demonstran berkumpul di Marihilfer Strasse, salah satu jalan utama di Wina, sambil membawa bendera Palestina dan spanduk-spanduk yang bertuliskan: “Gencatan senjata sekarang juga”, “Tidak untuk genosida” dan ”Akhiri pengepungan Gaza”.
Wilhelm Langthaler, seorang aktivis dan salah satu penyelenggara, mengatakan bahwa demonstrasi tersebut merupakan bentuk kesedihan dan perayaan atas ketangguhan yang ditunjukkan oleh para pejuang Palestina. (haninmazaya/arrahmah.id)