KABUL (Arrahmah.id) — Seorang pemimpin senior Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) secara terbuka mengkritik kebijakan pemerintahnya, yang melarang sementara pendidikan bagi perempuan di Afghanistan, dengan menyebutnya sebagai “pilihan pribadi” ketimbang penafsiran hukum Islam atau Syariah.
Dilansir VOA (19/1/2025), kritik yang jarang terjadi itu keluar dari Sher Abbas Stanikzai, wakil menteri luar negeri IIA.
Kritikan Stanikzai ini muncul di tengah seruan internasional yang terus-menerus terhadap IIA untuk mengijinkan pendidikan bagi anak-anak perempuan di tingkat SMP dan seterusnya, serta untuk menghapus larangan perempuan dalam kehidupan umum secara luas.
“Kami menyerukan kepada para pemimpin Emirat Islam (Taliban) untuk membuat pendidikan dapat diakses oleh semua orang,” kata Stanikzai dalam upacara wisuda sekolah agama di Provinsi Khost, perbatasan Afghanistan, dikutip dari VOA.
“Tidak ada pembenaran untuk menyangkalnya, seperti tidak ada pembenaran untuk itu pada masa lalu, dan seharusnya tidak ada sama sekali,” tegasnya dalam pidato yang disiarkan kantor berita TOLO Afghanistan pada Ahad, setelah upacara sehari sebelumnya.
Stanikzai menyatakan, dunia kritis atas larangan sementara IIA terhadap perempuan dan “inilah masalah” yang dihadapi oleh pemerintah
Afghanistan yang belum diakui secara resmi oleh negara mana pun, terutama atas perlakuannya terhadap kaum perempuan.
“Hari ini, kita melakukan ketidakadilan terhadap 20 juta orang dari 40 juta jumlah penduduk. Kita telah merampas semua hak mereka dengan menutup pintu sekolah dan universitas bagi mereka. Menimbulkan perselisihan pribadi, dan mencegah mereka memilih suami,” kata Stanikzai.
“Apakah kita benar-benar mengikuti Syariah? Jalan yang kita tempuh kini dipandu oleh pilihan pribadi, bukan Syariah,” tambahnya.
IIA kembali berkuasa setelah bertahun-tahun melancarkan serangan terhadap pasukan internasional yang dipimpin AS, yang akhirnya menarik diri dari Afghanistan pada Agustus 2021. (hanoum/arrahmah.id)