JAKARTA (Arrahmah.id) – Pemerintah Provinsi Jakarta memperbolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk poligami demi mencegah praktik nikah siri.
Aturan ASN Jakarta boleh poligami ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.
“Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang. Begitu pula dengan perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Chaidir dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/1/2025).
Selain mencegah nikah siri, aturan ini juga dianggap bisa mencegah perceraian tanpa izin atau tanpa surat keterangan dari pimpinannya masing-masing.
“Serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan,” ungkap Chaidir.
Dalam Pergub ini juga mengatur beberapa persyaratan dan batasan-batasan untuk ASN pria yang ingin poligami.
Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
“Dengan demikian, Pergub ini sebagai peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dijatuhi hukuman disiplin berat,” kata Chaidir
Sebelumnya diberitakan, Penjabat Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, resmi menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.
Pergub diterbitkan pada 6 Januari 2025 dan mengatur mekanisme izin bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ingin memiliki lebih dari satu istri.
Dalam aturan ini, ASN pria yang ingin berpoligami wajib memperoleh izin dari Pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan pernikahan.
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 1. Jika seorang ASN melanggar aturan tersebut dan menikah tanpa izin, akan dikenakan hukuman disiplin berat, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(ameera/arrahmah.id)