KUALA LUMPUR ( Arrahmah.id) – Malaysia kembali mencatatkan sejarah sebagai negara pertama di dunia yang mengizinkan pembayaran zakat menggunakan mata uang kripto. Inisiatif revolusioner ini diperkenalkan oleh Pusat Pungutan Zakat Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP) untuk memastikan institusi zakat tetap relevan dengan kemajuan teknologi dan perkembangan era digital.
Langkah ini dirancang agar umat Islam dapat menjalankan kewajiban zakat secara lebih mudah, terutama di tengah maraknya aset digital seperti Bitcoin, Ethereum, dan lainnya. Menurut Ketua Pegawai Eksekutif PPZ-MAIWP, Datuk Abdul Hakim Amir Osman, penerapan ini adalah bagian dari upaya untuk mendekatkan teknologi modern dengan tanggung jawab religius.
Aset Digital Bernilai Miliaran, Kini Wajib Dizakatkan
Berdasarkan laporan, nilai aset digital yang dimiliki rakyat Malaysia mencapai RM16 miliar (setara dengan Rp54 triliun). Aset tersebut, jika telah memenuhi nisab dan genap satu tahun, diwajibkan membayar zakat sebesar 2.5%, sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Jawatankuasa Perundingan Hukum Syarak Wilayah Persekutuan.
Kutipan zakat aset digital juga menunjukkan tren yang menjanjikan. Tahun 2023 mencatatkan total kutipan sebesar RM25.983,91 (sekitar Rp87,7 juta), sedangkan hingga 2024 angka tersebut melonjak hingga RM44.991,97 (sekitar Rp152 juta).
Kemitraan dengan Teknologi
Untuk mempermudah pengelolaan zakat kripto, PPZ-MAIWP telah menunjuk Sharlife Sdn Bhd sebagai agen resmi pengumpulan zakat digital. Dengan teknologi blockchain yang transparan dan aman, pembayaran zakat dapat dilakukan dengan mudah sekaligus menjaga akuntabilitas transaksi.
Mengintegrasikan Ibadah dan Teknologi
Inisiatif ini merupakan langkah penting bagi Malaysia untuk memadukan ibadah dengan kemajuan teknologi, memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk menjalankan kewajibannya. Selain itu, pendekatan ini juga mengukuhkan posisi Malaysia sebagai pelopor dalam adopsi teknologi untuk keperluan keagamaan.
Dengan inovasi ini, PPZ-MAIWP tidak hanya mendukung kemajuan teknologi, tetapi juga membuka jalan bagi umat Islam di seluruh dunia untuk menunaikan zakat mereka dengan cara yang modern dan relevan.
“Kesedihan terbesar adalah ketika teknologi jauh dari agama. Dengan ini, kami memastikan ibadah tetap dekat dengan perkembangan zaman,” ujar Datuk Abdul Hakim Amir Osman.
Langkah ini menjadi bukti bahwa Islam selalu fleksibel terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan esensinya. Dengan perbandingan nilai tukar yang terus berkembang, Malaysia memberikan inspirasi bagi negara-negara tetangga, termasuk Indonesia, untuk mengadopsi teknologi serupa dalam mendukung syariat.
(Samirmusa/arrahmah.id)