Oleh Sriyanti
Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi
Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, yang digelar di Ranca Upas Kecamatan Ciwidey Pejabat Gubernur Bey Machmudin, melantik sebanyak 272 pelajar yang berasal dari 27 kabupaten dan kota. Mereka dikukuhkan sebagai Duta Integritas Jawa Barat pada West Java Youth Camp (Perkemahan Pemuda Jawa Barat). WJYC sendiri merupakan bentuk komitmen pemerintah provinsi, dalam menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada generasi muda, sebagai fondasi masa depan bangsa yang bermartabat.
Harapan dari pengukuhan pemuda Duta Integrasi tersebut adalah, agar para pemuda bisa menjadi agen (perwakilan) dalam mencegah maraknya kasus korupsi yang merugikan. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Wardiana, sangat mengapresiasi program Pemprov ini sebagai bentuk kerja sama menangani kasus rasuah. (detikjabar.com 01/12/2024)
Kasus korupsi memang telah menjadi permasalahan global tak terkecuali di negeri ini. Bahkan Indonesia termasuk dari salah satu negara terkorup di dunia mengingat masalah korupsi di negeri ini memang sangat menggurita, menyasar berbagai lembaga pemerintah maupun swasta baik di pusat maupun di daerah. Pelakunya pun beragam mulai dari pejabat, aparat, pengusaha, atau rakyat biasa. Kabar teranyar yang menghebohkan publik adalah kasus rasuah yang dilakukan mantan pejabat kejaksaan bahkan hingga menghasilkan kekayaan yang sangat fantastis berupa uang tunai dan emas batangan.
Jika ditelaah lebih mendalam persoalan korupsi ini tidak terjadi begitu saja, juga bukan hanya sekedar berasal dari personal yang tidak berintegritas. Namun tindak kejahatan tersebut terjadi karena adanya celah atau kesempatan, yang diciptakan oleh sistem kehidupan yang melingkupinya yaitu demokrasi kapitalisme. Sistem ini dibangun oleh pola pikir manusia dengan landasan sekuler kapitalis. Dengan asas ini lahirlah empat kebebasan yang dipayungi HAM yaitu kebebasan berekpresi, berpendapat, beragama, dan kepemilikan. Setiap orang seakan diberi kebebasan menempuh berbagai cara agar tujuannya tercapai, termasuk melakukan suap menyuap. Politik ala demokrasi inilah sebenarnya yang telah menumbuh suburkan tindakan korupsi, dalam penyelenggaraan pemilihan umum misalnya, banyak sekali dana yang digelontorkan untuk agenda ini baik dari negara ataupun dari para pesertanya. Untuk menjadi pemimpin dalam sistem ini memang memerlukan biaya yang sangat mahal, sebab demi meraih kekuasaan prosesnya pun kerap diwarnai dengan praktek penyimpangan seperti politik uang dan sebagainya. Dalam persaingan tersebut biasanya para kontestan pemilu bekerja sama dengan para pengusaha dalam pendanaannya, sebagai timbal baliknya ketika telah menjabat maka mereka akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro pada para korporat. Selain itu para pejabat pun akan menempuh berbagai cara untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan, termasuk melakukan tindak korupsi sebagai cara cepat.
Sementara di kalangan bawah, praktik ini biasanya terjadi dalam bidang layanan umum seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan layanan publik yang dikeluarkan kapitalisme biasanya mempersulit masyarakat mendapatkan layanan, kecuali jika sanggup membayar sejumlah uang. Masyarakat yang tidak sabar dengan birokrasi yang sulit, akhirnya melakukan penyimpangan seperti suap sebagai jalan pintas asalkan urusannya cepat selesai. Di antara contohnya adalah proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), pembuatan SIM, KTP atau berkas lainnya. Karena itu, dalam sistem ini tiap individu sedikit banyaknya terpaksa terlibat dengan perbuatan menyimpang tersebut. Bahkan bagi seseorang yang memiliki integritas tinggi pun tetap akan lemah, terlebih hari ini suara kejujuran dan kebenaran semakin lemah di mata penguasa.
Maka, upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah korupsi dengan menjadikan generasi muda duta integritas dipastikan tidak akan berpengaruh besar karena hal tersebut hanya solusi yang bersifat parsial saja, sementara pangkal pemicu tindak korupsi yakni kapitalisme sekuler tidak diatasi dan diganti. Terlebih di tengah penegakan sistem hukum yang sangat lemah saat ini. Negara seharusnya mampu memutus rantai kejahatan ini dengan sanksi yang menjerakan, bukan hanya penyitaan harta atau penjara. Untuk itu diperlukan penyelesaian yang fundamental terkait dengan perubahan aturan kehidupan, dari sistem salah menjadi sahih yaitu Islam.
Dalam pandangan Islam korupsi merupakan salah satu perbuatan yang diharamkan, apalagi ketika dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Allah Swt berfirman:
“Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan jalan yang batil, dan (janganlah) membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (TQS. Al-Baqarah: 188)
Dalam sistem Islam kasus korupsi tidak akan pernah merebak, karena landasan akidah telah terintegrasi dalam diri pemimpin maupun masyarakat. Halal haram benar-benar telah menjadi patokan dalam setiap perbuatan, kokohnya keimanan menjadi penutup celah bagi keburukan. Budaya amar makruf nahi mungkar sangat kental di tengah umat, sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran syariat. Andaipun terjadi penyelewengan, dipastikan tidak akan marak seperti saat ini.
Negara yang menerapkan Islam sejatinya tengah mencegah umat dari berbagai kerusakan. Dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan mulai dari ekonomi, politik, sosial atau pergaulan, pendidikan dan sebagainya, fitrah kebaikan masyarakat akan terjaga. Seluruh kebutuhan umat pun akan terjamin, sehingga mereka hidup dalam kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun akhirat.
Peradaban Islam yang lahir dari penegakan syariat Islam mampu menanamkan seluruh nilai yang dibutuhkan oleh manusia, mulai dari nilai ruhiyah, insaniyah, moral, maupun materi. Dengan demikian sifat masyarakat terjaga dari keserakahan hawa nafsu, seperti perilaku konsumtif atau hedonistik yang menjadi pendorong perilaku jahat dan korup.
Ketika ada penyimpangan, pemerintah akan menjalankan sistem hukum dan sanksi yang sangat tegas, sehingga bisa meminimalkan terjadinya kejahatan. Bagi pelaku korupsi sendiri sanksinya berupa takzir yang ditetapkan oleh kepala negara disesuaikan dengan kadar kejahatannya. Hukuman yang diberikan akan menimbulkan efek jera hingga bisa mencegah munculnya berbagai kejahatan, juga sebagai penebus dosa di akhirat kelak. Jenis sanksi yang diberikan bisa berupa publikasi, pengasingan, stigmatisasi, cambuk, peringatan, penyitaan harta bahkan hukuman mati. Selain itu, politik dalam pemerintahan Islam tidak berbiaya mahal, karena hakikatnya adalah pengurusan terhadap seluruh urusan umat. Begitu pun sistem perekrutan pegawai pemerintah, aturan penggajian, dan birokrasi layanan masyarakat akan benar-benar diperhatikan. Sehingga setiap lembaga dan aparat negara dapat mengemban amanahnya dengan tulus dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu dengan maraknya kasus korupsi saat ini, seharusnya bisa membuka kesadaran masyarakat, tentang keburukan sistem demokrasi kapitalisme. Sehingga umat pun menyadari pentingnya kepemimpinan Islam diterapkan dalam kehidupan. Darinya akan tercetak para pemimpin pengurus rakyat, yang amanah dan akan membawa pada keselamatan dunia akhirat.
Wallahu a’lam bis shawab