DAMASKUS (Arrahmah.id) – Panglima tertinggi departemen operasi militer oposisi Suriah, Ahmad asy Syaraa, yang memiliki nama kunyah Abu Muhammad Al Jaulani, mengunjungi ibu kota Damaskus dan Masjid Umayyah, beberapa jam setelah pengumuman penggulingan Bashar al-Assad dan rezimnya, dalam kunjungan yang membawa pesan penting.
Penulis dan politikus Suriah Ibrahim al-Jubein mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kunjungan asy Syaraa ke Masjid Umayyah membawa pesan yang ingin ia tekankan melalui simbolisme Masjid Umayyah bagi masyarakat Damaskus dan simbolisme Damaskus dan Suriah bagi orang Arab.
Pidato asy Syaraa di Masjid Umayyah juga menyampaikan – menurut al-Jubein – pesan langsung kepada mereka yang menolak pengaruh Iran di Suriah ketika ia mengatakan bahwa presiden yang digulingkan telah mengubah negara itu menjadi ladang bagi ambisi Iran.
القائد في إدارة العمليات بالمعارضة السورية المسلحة أحمد الشرع يصل إلى الجامع الأموي في #دمشق#فيديو pic.twitter.com/H5BF50Fqo5
— الجزيرة سوريا (@AJA_Syria) December 8, 2024
Asy Syaraa telah tiba lebih awal pada Ahad (8/12/2024), di ibu kota Damaskus setelah oposisi menguasainya dan Bashar al-Assad melarikan diri, dan bersujud sebagai ucapan syukur kepada Allah saat kedatangannya.
Dalam pidato pertamanya dari Masjid Umayyah, Asy Syaraa menuduh presiden terguling itu mengubah Suriah menjadi “ladang bagi ambisi Iran,” menekankan bahwa kemenangan yang dicapai adalah kemenangan bagi seluruh rakyat Suriah. Ia juga berusaha meyakinkan semua lapisan masyarakat Suriah bahwa ketidakadilan Assad telah memengaruhi semua warga Suriah, dan tidak terbatas hanya pada satu sekte semata.
Menurut Al-Jabin, kepribadian Asy Syaraa telah berevolusi dari waktu ke waktu dan telah berubah dari satu tahap ke tahap lainnya, karena ia telah menjadi orang yang berbeda dari orang yang muncul bertopeng bertahun-tahun lalu dan bertindak secara misterius.
Ia menunjukkan bahwa Asy Syaraa, telah menjadi orang yang berpikiran terbuka dan tahu apa yang harus dikatakan dan memilih ide-ide yang ingin ia sampaikan dengan sangat hati-hati.
Dalam konteks terkait, penulis dan politikus Suriah ini menekankan perlunya memastikan jatuhnya rezim Assad sepenuhnya dan tidak hanya menghubungkannya dengan keluarnya presiden yang digulingkan dari panggung politik, menekankan perlunya bekerja secara bersamaan pada berkas politik dan militer.
Menurut Al-Jabin, badan politik untuk mengelola operasi militer mengambil langkah-langkah besar untuk memantau pilar-pilar rezim dan mencegah mereka kembali ke panggung politik, selain memotong tangan siapa pun yang mencoba mendekati properti publik atau pribadi.
Di sisi politik, oposisi bersenjata Suriah telah memberi wewenang kepada Perdana Menteri rezim Assad, Mohammad Ghazi Al-Jalali, untuk terus menjalankan pemerintahan hingga proses penyerahan selesai, dalam situasi yang menurutnya tidak akan dipisahkan dari Resolusi PBB 2254.
Resolusi PBB 2254 dikeluarkan pada Desember 2015, yang menyatakan bahwa rakyat Suriah adalah satu-satunya pihak yang berwenang untuk menentukan nasib negara mereka, dan menetapkan perlunya semua pihak di Suriah untuk mengambil langkah-langkah membangun kepercayaan untuk berkontribusi pada efektivitas proses politik dan gencatan senjata permanen.
Resolusi tersebut menekankan dukungan untuk proses politik yang dipimpin Suriah yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang akan membentuk pemerintahan yang kredibel, inklusif, dan non-sektarian dalam waktu enam bulan dan menetapkan jadwal dan proses untuk menyusun konstitusi baru. (zarahamala/arrahmah.id)