JAKARTA (Arrahmah.id) – Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Hadi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas rencana pelarangan subsidi BBM untuk ojek online (ojol).
Abdul Hadi menyoroti bahwa kebijakan ini berpotensi membawa dampak signifikan terhadap sektor transportasi publik dan perekonomian masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah.
“Kebijakan ini harus dikaji ulang secara mendalam. Kita tidak bisa mengabaikan dampaknya pada kehidupan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada layanan ojol untuk kebutuhan sehari-hari, baik sebagai pengguna maupun sebagai pengemudi.” ujar Abdul Hadi di Gedung DPR RI Senayan (Senin,02/12/2024).
Abdul Hadi mengungkapkan pelarangan BBM Subsidi untuk Ojol akan berdampak negatif terhadap Transportasi Publik.
“Dampak yang terjadi adalah akan ada kenaikan biaya Operasional. Data tahun 2022 menunjukkan bahwa 30-40% biaya operasional pengemudi ojol berasal dari pengeluaran BBM. Jika subsidi dihapus, tarif layanan diperkirakan naik sehingga memberatkan masyarakat. Selain itu akan ada peralihan moda transportasi,” terangnya.
Abdul Hadi mengatakan, data menunjukkan bahwa sekitar 80% pengguna ojol berasal dari kalangan berpendapatan rendah, mereka kemungkinan besar akan beralih ke moda transportasi yang lebih murah, meskipun kurang efisien atau nyaman. Atau bahkan mereka akan beralih tidak menggunakan tranportasi publik lagi.
Selain dampak terhadap transportasi publik, ujarnya, pelarangan BBM subsid terhadap Ojol juga berdampak kepada perekonomian Masyarakat.
“Yang terjadi di masyarakat kebijakan ini akan memicu kenaikan inflasi. Menurut analisa Bank Indonesia, peningkatan tarif transportasi akibat penghapusan subsidi dapat memicu inflasi hingga 0,5% dalam waktu enam bulan. Selain itu akan terjadi penurunan pendapatan pengemudi ojol dimana pendapatan harian pengemudi ojol diprediksi turun hingga 30% akibat penurunan permintaan layanan, yang akan berdampak langsung pada daya beli mereka,” jelas Politisi PKS asal Lombok ini.
Abdul Hadi juga mengungkapkan bahwa akan ada inplikasi sosial jika kebijakan pelarangan tersebut dilakukan.
“Akan ada pemotongan pengeluaran kebutuhan lain dalam konsumsi masyarakat. Banyak pengguna ojol yang harus mengurangi belanja atau konsumsi demi menutupi kenaikan biaya transportasi. Selain itu juga akan ada potensi ketidakpuasan Masyarakat. Berdasarkan survei, 60% pengguna ojol merasa layanan ini esensial. Kebijakan yang memperberat aksesibilitas ojol dapat memicu ketidakpuasan publik,” jelas Abdul Hadi.
Abdul Hadi meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut secara komprehensif dengan mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat kecil.
“Kebijakan pemerintah harus lebih berpihak kepada rakyat kecil. Subsidi BBM adalah bagian dari upaya negara untuk memastikan akses transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah harus mengambil langkah hati-hati. Kebijakan ini memerlukan pendekatan komprehensif untuk menghindari dampak negatif bagi masyarakat kecil,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)