JAKARTA (Arrahmah.id) – Aksi seorang transgender bernama Isa Zega yang menjalankan ibadah umrah dengan mengenakan hijab dan pakaian wanita terus menuai sorotan publik.
Ustaz Adi Hidayat (UAH) dalam video yang diunggah di kanal YouTube-nya menyampaikan pandangan tegas terkait fenomena ini, mengingatkan pentingnya menjaga syariat Islam dan fitrah penciptaan manusia.
UAH menegaskan bahwa tindakan seseorang yang mengubah identitas gender bertentangan dengan fitrah yang telah Allah tetapkan.
Ia merujuk pada hadis riwayat Imam Al-Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.
Perbuatan ini tidak hanya dilarang, tetapi juga jelas-jelas dikecam dalam syariat Islam,” ujar UAH.
Ia juga menambahkan bahwa perubahan ini sering kali menimbulkan kontroversi, ketidaknyamanan, dan masalah dalam kehidupan, baik secara pribadi maupun sosial.
UAH menjelaskan bahwa secara hukum syariat, umrah yang dilakukan oleh seorang transgender dengan identitas gender yang tidak sesuai fitrah dinilai tidak sah.
Ia merinci, syarat-syarat berpakaian ihram yang ditentukan oleh syariat tidak terpenuhi, karena laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan atau sebaliknya melanggar aturan aurat dan pakaian ihram.
“Alih-alih mendapatkan pahala, tindakan ini justru berpotensi melahirkan dosa, karena menimbulkan fitnah di antara jamaah,” tambah UAH.
Selain persoalan hukum syariat, UAH menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan.
Ia mengingatkan bahwa tindakan ini bukan hanya membawa nama pribadi, tetapi juga mencoreng citra bangsa dan negara, khususnya Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Bayangkan jika negara lain mengetahui bahwa Indonesia mengirimkan jamaah umrah dengan status kontroversial seperti ini. Hal ini bisa memengaruhi hubungan antarnegara dan mencoreng nama baik bangsa,” katanya.
UAH memberikan beberapa rekomendasi untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan:
Kepada individu: Ia mengajak setiap Muslim untuk kembali kepada fitrah penciptaannya, memperbaiki diri, dan menjalani kehidupan sesuai syariat.
Kepada penyelenggara travel: UAH meminta agar lebih selektif dalam menerima jamaah, tidak hanya fokus pada keuntungan finansial semata.
Kepada pemerintah: Ia mengusulkan pengawasan yang lebih ketat, baik melalui Kementerian Agama maupun badan haji dan umrah, untuk mencegah pelanggaran syariat yang bisa mencoreng nama bangsa.
UAH menutup dengan pesan yang penuh kasih, meski disampaikan dengan ketegasan.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab ulama adalah menjaga syariat dan memberikan pengingat untuk kebaikan umat.
“Ketegasan ini disampaikan sebagai wujud kasih sayang agar kita semua bisa kembali kepada Allah SWT dengan kondisi yang terbaik,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)