Oleh: Lia April
(Pendidik Generasi)
Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua bahas soal pengupahan.
“Ada perwakilan pengusaha, serikat dan pemerintah, dan itu sejak awal memang kita ingin karena waktu juga tinggal dikit dalam memutuskan upah minimum, makanya ingin PP51/2024 maksimum 0,3 jadi kenaikan kurang lebih 3,5%, kenaikan di luar tadi kita dorong struktur skala upah untuk mereka yang bukan 0-1 tahun, karena ini yang mayoritas,” kata Subchan di Jakarta, Kamis (7/11/2024), seperti dilaporkan CNBC Indonesia.
Polemik kenaikan upah buruh tiap tahunnya menjadi suatu hal yang tidak asing lagi. Tuntutan kenaikan upah oleh buruh ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan biaya pengeluaran yang semakin meningkat seperti adanya kewajiban iuran tapera, kenaikan tarif PPN hingga 12%, kewajiban iuran BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan serta biaya kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Ibarat sebuah peribahasa besar pasak daripada tiang. Buruh yang notabone mendapat upah yang cenderung kecil namun pengeluaran yang harus dikeluarkan cenderung besar. Maka tidaklah heran ketika banyak terjadi tindak kriminlitas seperti pencurian hanya demi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Bagi para pengusaha, polemik kenaikan upah buruh ini menjadi suatu beban yang berat karena berapa besar pun kisaran kenaikan upah tersebut maka dapat berpengaruh kepada bisnis maupun perusahaan mereka. Cara berpikir seperti ini wajar terjadi tatkala sistem yang diterapkan adalah kapitalisme. Kapitalisme adalah cara pandang yang batil yang berlandaskan pada sekularisme, dimana sekularisme itu sendiri adalah memisahkan agama dari kehidupan. Aturan-aturan yang lahir dari sistem ini tidak berasal dari agama dan hanya berorientasi kepada materi. Dalam kapitalisme, pengusaha berdampingan dengan penguasa karena beranggapan pengusaha dapat membangkitkan perekonomian sedangkan rakyat hanya dianggap sebagai buruh. Sistem ini pun berorientasi kepada bisnis dimana dengan modal sekecil-kecilnya bisa memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Alhasil buruh hanyalah alat produksi yang harus bekerja maksimal demi mencapai target yang tinggi demi meraup keuntungan yang besar. Maka tak ayal dalam sistem ini perusahaan berkuasa penuh untuk mengelola tenaga kerja, rekruitmennya maupun menentukan PHK demi bisnis dan keuntungan, dan bukan berdasarkan kepada kesejahteraan tenaga kerja. Upah buruh pun didasarkan kepada komponen hidup layak atau yang biasa disebut dengan KHL yakni standar kebutuhan hidupp seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan. Inilah yang menjadi dasar upah minimun bagi buruh. Jadi, ketika hidup di wilayah yang bertaraf hidup tinggi, upah yang tinggi tidak menjadi jaminan hidupnya sejahtera dikarenakan bisa jadi harga barang dan jasa di wilayah tersebut lebih mahal bila dibandingkan di wilayah yang bertaraf hidup rendah. Begitupun sebaliknya. Inilah akar permasalahan yang mendasar pengupahan dalam sistem ini. Karena sejatinya upah bisa berbeda-beda berdasarkan kepada jenis pekerjaan, jasa yang diberikan, waktu dan tempat bekerja tanpa haris dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. Pekerja yang profesional pun tentu akan berbeda upahnya dengan pekerja yang pemula.
Berbeda dengan Islam, Islam memandang baik pengusaha maupun buruh adalah sama. Yakni keduanya sama-sama adalah hamba Allah yang wajib taat dan patuh pada syariat-Nya. Dalam Islam pengusaha dan buruh terikat dengan kontrak aqad ijarah (pengupahan) berdasarkan kepada syariat. Akad ijarah (pengupahan) adalah transaksi terhadap jasa tertentu dengan suatu kompensasi. Baik pengusaha dan buruh dituntut untuk berbuat adil dan tidak mendzolimi satu sama lain. Karena prinsip pengupahan dalam Islam adalah keadilan dan kesejahteraan. Buruh melakukan kewajibannya kepada pengusaha karena telah menyewa jasanya seperti bekerja sesuai kesepakatan, tidak berbuat curang ataupun bohong ataupun perbuatan yang tidak terpuji lainnya.
Begitu pun sebaliknya dengan pengusaha. Pengusaha wajib memberikan upah sesuai dengan kesepakatan. Upah diberikan oleh pengusaha sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh pekerja. Pengusaha wajib membayar upah buruh dengan tepat waktu dan tanpa menunda-nunda, karena menunda-nunda pembayarannya adalah sebuah kedzaliman. Jenis pekerjaan yang dilakukan buruh pun harus jelas, waktu bekerja pun harus ditetapkan, serta tenaga yang dicurahkan pun harus ditetapkan untuk menghindari pekerja terbebani dengan pekerjaan yang diluar kemampuannya pun dengan upahnya. Sebagaimana sabda Nabi saw.,
“Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak (tenaga) seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya”.
(HR. Ad-Darquthni) (Taqiyyudin an-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadiy fil Islam hlm.178)
Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah dan Ath Thabrani)
Dan ketika terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha terkait upah maka dipilih pakar (Khubara’) oleh kedua belah pihak untuk menentukan upah sepadan. Namun ketika masih tetap berselisih maka negara akan turun tangan memilih pakar dan memaksanya kedua belah pihakp untuk mengikuti keputusan pakar tersebut. Dengan konsep seperti ini maka buruh dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya dengan baik dan dengan cara yang ma’ruf. Dalam Islam negara pun sejatinya wajib menjamin kebutuhan dasar bagi rakyatnya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis.
Dalam Islam negara bertanggung jawab untuk memastikan akad ijarah berjalan sesuai dengan kesepakatan. Upah yang layak dan adil pun akan diperoleh oleh buruh. Dengan penerapan syariat diberbagai lini kehidupan termasuk didalamnya prinsip pengupahan maka kesejahteraan dan keadilan terhadap buruh dapat terwujud, sehingga kenaikan upah buruh yang selalu menjadi polemik tidak akan pernah terjadi.
Wallahu’alam bis shawab