Oleh: Feni Rosfiani
Aktivis Dakwah
Persoalan Pajak di Negeri ini seakan tak kunjung usai. Rakyat semakin dihantui pembayaran berbagai pajak, salah satunya pajak kendaraan. Seperti yang diberitakan beberapa hari lalu, bahwa penunggak pajak kendaraan akan dikejar bahkan sampai dikejar ke rumah mereka. Tim pembina Samsat yang akan terjun langsung ke rumah mereka yang menunggak pajak kendaraan, dengan tujuan mengingatkan untuk segera membayar pajaknya.
Menurut Korlantas Polri ini adalah salah satu upaya pemerintah agar masyarakat lebih patuh membayar pajak, terutama pajak kendaraan. Menurut data dari Korlantas Polri sebanyak 165 juta pemilik kendaraan yang terdaftar, hanya 69 juta unit yang membayar pajak STNK tahunan, sementara 96 juta lainnya tidak membayar pajak. Atas dasar inilah upaya Door to Door ini dilakukan. Tentu hal ini sangat miris karena berbanding terbalik dengan perlakuan kepada para pengusaha yang mempunyai modal tinggi. Mereka justru dimudahkan dalam pembayaran pajak bahkan tak jarang malah dibebaskan.
Seperti dilansir dari sumber CNBC Indonesia (21/2/2024), Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan mobil listrik impor dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 9 tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun 2024. Besaran pajak yang ditanggung pemerintah adalah 100%. Artinya dalam kurun waktu Januari – Desember 2024, pembelian mobil listrik tidak dikenakan PPnBM.
Sungguh miris, yang seharusnya mendapat kompensasi keringanan pajak adalah rakyat kecil, tetapi ini malah sebaliknya. Rakyat yang sudah banyak tersiksa oleh mahalnya pendidikan, mahalnya kebutuhan pokok, sekarang ditambah dengan pajak kendaraan pula.
Pajak di Sistem Kapitalisme adalah salah satu pendapatan negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Tetapi pada kenyataannya pajak hanya menyengsarakan rakyat saja. Seluruh masyarakat diwajibkan membayar pajak tanpa terkecuali, tanpa melihat status sosial ekonomi mereka. Jika terjadi banyak kemacetan dalam membayar pajak, ini dijadikan alasan pemerintah lambatnya proses pembangunan rakyat. Padahal pembangunan pun tidak berpengaruh pada kesejahteraan rakyat. Rakyat yang sadar akan pajak berharap agar pemerintah lebih memberikan jaminan kehidupan yang lebih layak.
Faktanya, rakyat malah semakin sulit dan juga sakit hati dengan berbagai kasus yang mencuat tentang tindakan-tindakan korupsi yang tiada hentinya. Fungsi negara sebagai pelayan rakyat ini jelas telah gagal. Inilah bukti bahwa sistem yang memisahkan agama dari kehidupan benar-benar sukses menyengsarakan rakyat, karena aturan dibuat oleh manusia dengan kepentingan individu tertentu bukan untuk kemaslahatan umat. Alhasil yang diuntungkan hanya para pemilik modal yang memiliki kuasa. Rakyat hanya sebagai penonton saja.
Di dalam sistem Islam, pemimpin menjalankan tugasnya sebagai Ra’in atau pelayan bagi rakyatnya. Pemimpin senantiasa selalu memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Baik itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya. Pemimpin akan memberikan semua fasilitas umum secara gratis untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Dana alokasi tersebut juga bukan dari pungutan pajak dari rakyat, tetapi berasal dari Baitul Mal.
Selain itu pendapatan juga didapat dari jizyah dan kharaj. Jika suatu saat terjadi kekurangan dalam pembiayaan untuk rakyat, maka barulah akan diminta pajak harta tetapi ini juga tidak berlaku untuk semua orang, tetapi hanya para agnia yang wajib membayar pajak itu. Walaupun demikian, tetapi sangat jarang terjadi kekurangan ini dalam sistem Islam. Pemimpin juga akan mampu menciptakan lapangan kerja yang upahnya sesuai dengan apa yang dikerjakan. Lapangan pekerjaan akan banyak, gajinya pun tidak akan menzalimi pekerjanya. Upah benar-benar dibayarkan sesuai dengan apa yang kita kerjakan. Maka dari itu tidak ada alasan lagi untuk kita tidak menginginkan sistem Islam kembali tegak di muka bumi ini.
Wallahua’lam bis shawab