BAMAKO (Arrahmah.id) — Kritik yang disampaikan Perdana Menteri Mali, Choguel Maiga terhadap pemimpin militer atau junta di negara itu menjadi bumerang baginya.
Dilansir African News (21/11/2024), Maiga telah dipecat dari jabatannya setelah mengkritik kegagalan junta untuk menggelar pemilihan umum setelah 24 bulan pemerintahan transisi.
“Perdana Menteri Mali Choguel Maiga telah dipecat,” ungkap laporan tersebut.
Junta merebut kekuasaan dalam kudeta berturut-turut pada tahun 2020 dan 2021, telah berjanji untuk mengadakan pemilihan umum pada bulan Februari 2024 tetapi menunda pemungutan suara tanpa batas waktu karena alasan teknis.
Pekan lalu, Maiga mengatakan bahwa penundaan pemilu tidak dikoordinasikan dengan pemerintah transisi.
“Semuanya terjadi dalam kerahasiaan total, tanpa sepengetahuan perdana menteri,” kata Maiga saat itu.
Komentarnya memicu ketegangan dengan junta, yang memaksanya untuk menunda pertemuan dewan menteri yang direncanakan hari Rabu, 20 November 2024.
Maiga dengan gigih membela junta Mali saat negara-negara tetangga Afrika Barat dan sekutu internasional mengkritik kerja sama militernya dengan tentara bayaran Rusia dan penundaan pemilu yang berulang.
Berdasarkan undang-undang, penerus Maiga harus membentuk pemerintahan baru dengan berkonsultasi dengan Presiden sementara Assimi Goïta.
Sebelum diangkat menjadi perdana menteri pada tahun 2021, Maiga menjabat sebagai menteri perdagangan Mali di bawah mantan Presiden Amadou Toumani Toure dan sebagai menteri ekonomi digital di bawah mantan Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
Maiga juga merupakan pemimpin koalisi oposisi M5-RFP yang mempelopori protes terhadap Keita sebelum ia digulingkan. (hanoum/arrahmah.id)