IDLIB (Arrahmah.id) — Pembangunan Masjid Zahra yang memiliki warna hitam tidak biasa mengundang perdebatan yang tak berakhir daerah Dana, Idlib utara.
Dilansir The Levant News (9/11/2024), setelah pengumuman shalat Jumat pertama di masjid tersebut, beberapa pengguna media sosial mengungkapkan ketidakpuasan mereka mengenai pilihan warna dan nama, yang menunjukkan bahwa hal itu menyimpang dari gaya arsitektur muslim pada umumnya.
Menurut sumber-sumber lokal, masjid tersebut dibangun dengan bantuan keluarga pengungsi dari Maarat al-Numan, yang saat ini tinggal di luar Suriah. Salah seorang anggota keluarga, Hajjah Zahra, menyumbangkan sekitar empat kilogram emas, dan anak-anaknya mendanai sendiri pembangunan tersebut sebagai tindakan amal, dengan menamai masjid tersebut untuk menghormati ibu mereka.
Namun, inisiatif amal ini tidak berjalan mulus, sebab muncul kontroversi berupa tuduhan dan kritik atas pilihan warna dan nama tersebut.
Di sisi lain, pernyataan dari Kementerian Wakaf yang dipimpin kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS) telah memicu perdebatan lebih lanjut setelah mengumumkan niatnya untuk meninjau kembali nama dan warna masjid tersebut.
Beberapa pihak memandang langkah ini sebagai respons terhadap tekanan media sosial, yang mengutamakan pendapat kritikus daripada membuat keputusan berdasarkan legitimasi agama dan standar objektif.
Pendapat terbagi, sebagian pihak memandang hal ini sebagai perwujudan kebebasan berekspresi dan hak beramal, sementara pihak lain memandangnya sebagai campur tangan proyek amal.
Pengkritik Masjid Zahra di Idlib berpendapat bahwa pilihan warna hitam dan nama itu sendiri “membangkitkan kepekaan sektarian dalam komunitas muslim,” mengingat warna hitam dan nama “Zahra” merupakan simbol Syiah.
Mereka yakin desain tersebut menyimpang dari identitas muslim dalam pembangunan masjid di daerah tersebut.
Beberapa pihak berpendapat bahwa pilihan warna dan nama tersebut mungkin tidak disengaja, tetapi mereka menekankan bahwa keputusan ini, meskipun dibuat dengan niat baik, bertentangan dengan norma yang berlaku.
Pengkritik berpendapat bahwa peninjauan Kementerian Wakaf terhadap nama dan warna masjid merupakan langkah yang dibenarkan, yang dianggap perlu untuk melestarikan karakter muslim di wilayah tersebut dan untuk menghindari upaya menyerupai praktik Syiah.
Selain itu, para kritikus keberatan dengan desain arsitektur masjid tersebut, dengan menyatakan bahwa desain tersebut kurang memiliki keindahan yang sederhana dan menyimpang dari identitas arsitektur Islam di Suriah. Mereka percaya bahwa hiasan dan dekorasi yang berlebihan memberikan karakter yang tidak biasa pada masjid tersebut, membuatnya lebih menyerupai aula perayaan daripada tempat ibadah. (hanoum/arrahmah.id)