Oleh Novi Widiastuti
Pegiat Literasi
Palestina telah lama menjadi simbol perlawanan dan penderitaan di tengah konflik yang berkepanjangan. Sejak awal pendudukan, warga Palestina hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian, kekerasan, dan ketidakadilan. Konflik yang terjadi bukan sekadar pertikaian wilayah, tetapi juga cerminan dari pertarungan kekuatan geopolitik global yang rumit. Dalam pusaran ini, Palestina kerap menjadi korban, sementara kepentingan politik internasional terus memainkan peran besar dalam menentukan nasibnya.
Serangan udara yang brutal, penghancuran rumah-rumah warga, dan pengeboman fasilitas umum, seperti rumah sakit dan sekolah, memperlihatkan bahwa tempat-tempat yang seharusnya menjadi perlindungan kini tak lagi aman. Gaza, yang sudah lama terkepung, berubah menjadi medan tempur di mana setiap hari warga hidup dalam ketakutan akan serangan yang bisa datang kapan saja, tanpa pandang bulu.
Seperti diilansir dari internasional sindonews 20/10/2024, di Beit Lahia, Gaza Utara, terjadi pembantaian 73 warga Palestina oleh Israel pada sabtu malam. Sejak tanggal 6 oktober Israel melancarkan serangan besar-besaran dari udara dan darat. Pengepungan pun diperketat di daerah yang di landa perang sehingga mengakibatkan puluhan orang mengungsi.
Perang di Gaza, serangan udara, blokade, dan perebutan tanah telah menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam. Warga sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi korban utama dalam konflik ini. Sementara itu, negara-negara besar, termasuk kekuatan Barat, sering kali mengambil sikap ambigu atau terjebak dalam kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri. Dukungan terhadap solusi dua negara atau kecaman atas aksi militer Israel seringkali hanya retorika tanpa tindakan nyata.
Di sisi lain, negara-negara muslim yang seharusnya menunjukkan solidaritas justru tampak terpecah atau diam. Diplomasi internasional, kepentingan ekonomi, serta hubungan dengan negara-negara besar membuat banyak negara lebih memilih untuk bungkam atau mengambil langkah-langkah yang minimalis. Palestina, dalam hal ini, menjadi korban dari tarik menarik kekuasaan, baik di tingkat regional maupun global.
Setiap tindakan atau keputusan yang diambil oleh aktor-aktor global dan regional jarang benar-benar memperhitungkan hak-hak dasar rakyat Palestina. Bagi sebagian besar kekuatan dunia, Palestina hanyalah pion dalam permainan catur geopolitik. Padahal, solusi yang adil dan damai bagi Palestina bukan hanya soal kepentingan politik, tetapi juga soal kemanusiaan dan hak asasi.
Selama kepentingan kekuasaan dan geopolitik lebih diutamakan, perdamaian yang sesungguhnya akan sulit dicapai. Palestina akan terus menjadi korban dalam konflik yang menyita perhatian dunia, namun gagal memberikan keadilan bagi mereka yang paling terdampak.
Membangun kesadaran umat tentang pentingnya memperjuangkan Palestina adalah hal yang sangat mendesak. Palestina telah menjadi simbol perjuangan umat Muslim di seluruh dunia dalam menghadapi ketidakadilan dan penindasan. Dalam situasi yang sangat memprihatinkan ini, umat Islam perlu bersatu dalam satu suara, untuk menuntut para pemimpin Muslim bertindak tegas dan memberikan dukungan yang nyata.
Kesadaran umat harus diarahkan pada pentingnya perjuangan fisik, moral, dan spiritual dalam membela saudara-saudara di Palestina. Mengingat kondisi yang terus memburuk dan penderitaan yang tak kunjung usai, umat harus berani menuntut para pemimpin negeri Muslim untuk segera mengirimkan pasukannya dengan kekuatan penuh demi membela hak-hak orang Palestina.
Umat Islam membutuhkan solusi yang lebih mendasar daripada sekadar perundingan politik atau resolusi sementara. Sudah puluhan tahun, upaya diplomasi internasional dan perjanjian damai terbukti tidak mampu memberikan perlindungan yang berkelanjutan bagi rakyat Palestina, apalagi menyelesaikan akar masalahnya.
Di tengah tekanan global, umat Islam memerlukan keberadaan payung yang lebih kuat dan komprehensif untuk melindungi hak-hak mereka, terutama di wilayah-wilayah yang terjajah.
Khilafah, sebagai sistem pemerintahan Islam, merupakan payung yang dimaksud. Dalam sejarah Islam, khilafah telah terbukti mampu menyatukan umat dalam satu visi keadilan dan kemakmuran. Di bawah kepemimpinan khilafah, umat Islam tidak hanya terlindungi dari ancaman luar, tetapi juga mampu memberikan solusi yang adil dan menyeluruh terhadap konflik yang muncul di dalam wilayah-wilayah Islam, termasuk Palestina.
Khilafah tidak hanya berfungsi sebagai entitas politik, tetapi juga sebagai pelindung akidah dan identitas umat. Ketika umat disatukan di bawah satu kepemimpinan yang kuat, mereka tidak lagi terpecah-pecah oleh kepentingan politik nasional.
Khilafah akan mewujudkan kekuatan politik dan militer yang diperlukan untuk melindungi wilayah-wilayah umat Islam dari penjajahan dan penindasan, serta menjaga martabat rakyatnya. Khilafah tidak akan terwujud kecuali dengan adanya kelompok dakwah yang terus menyadarkan umat tentang kewajiban menegakkan Islam secara kaffah, melakukan perjuangan politik tanpa henti sehingga perubahan hakiki dapat terwujud dan Palestina dapat dibebaskan dari penjajahan entitas yahudi.
Wallahua’lam Bis shawab