WASHINGTON (Arrahmah.id) – Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan meminta maaf secara resmi atas perlakukan pemerintah terhadap anak-anak suku Indian, yang merupakan penduduk asli AS, untuk masuk ke sekolah-sekolah asrama, di mana banyak dari mereka mengalami pelecehan fisik dan seksual dan hampir 1.000 orang meninggal dunia.
“Saya melakukan sesuatu yang seharusnya sudah lama saya lakukan: meminta maaf secara resmi kepada bangsa Indian atas cara kami memperlakukan anak-anak mereka selama bertahun-tahun,” ujar Biden saat meninggalkan Gedung Putih pada hari Kamis (24/10/2024), seperti dilansir Al Jazeera.
Antara tahun 1869 dan 1960-an, lebih dari 18.000 anak suku Indian, beberapa di antaranya masih berusia empat tahun, diambil secara paksa dari keluarga mereka dan dimasukkan ke dalam sekolah asrama.
Sekolah-sekolah tersebut, yang sering kali dikelola oleh gereja-gereja Kristen, merupakan bagian dari kebijakan asimilasi paksa yang diluncurkan oleh Kongres pada tahun 1819 sebagai upaya untuk “membudayakan” penduduk asli Amerika, penduduk asli Alaska, dan penduduk asli Hawaii.
Namun di asrama tersebut, anak-anak suku Indian asli mengalami banyak penderitaan. Mereka dipukuli, dilecehkan secara seksual, dan dilarang berbicara dalam bahasa mereka dan bertindak dengan cara apa pun yang mencerminkan budaya mereka.
Bahkan banyak dari anak-anak tersebut yang tidak bertemu dengan keluarga mereka selama bertahun-tahun.
Pidato Biden, yang dijadwalkan pada hari Jumat (25/10), akan menandai pertama kalinya seorang presiden AS meminta maaf atas penyiksaan di asrama dan pemindahan paksa anak-anak suku Indian, sesuatu yang didefinisikan sebagai tindakan genosida oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Deb Haaland merupakan kekuatan utama di balik investigasi yang menghasilkan laporan pemerintah tersebut.
“Selama lebih dari satu abad, puluhan ribu anak-anak Pribumi yang berusia empat tahun, diambil dari keluarga dan komunitas mereka dan dipaksa masuk ke sekolah asrama,” kata Haaland kepada wartawan.
“Ini termasuk keluarga saya sendiri,” ujarnya.
“Selama beberapa dekade, bab yang mengerikan ini disembunyikan dari buku-buku sejarah kita,” lanjutnya.
“Tetapi sekarang pekerjaan pemerintahan kita akan memastikan bahwa tidak seorang pun akan pernah melupakannya,” ungkapnya.
“Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih mengatakan permintaan maaf tersebut dikeluarkan untuk mengingat dan mengajarkan sejarah kita secara utuh, meskipun itu menyakitkan,” kata Haaland.
“Bahwa presiden mengambil langkah itu besok adalah sangat bersejarah, saya tidak yakin saya dapat mengungkapkan dampaknya dengan kata-kata,” pungkasnya. (Rafa/arrahmah.id)