Oleh: Ima Husnul Hotimah
Pada Rabu, 11 September 2024, Ibu Negara Iriana Joko Widodo dengan didampingi oleh Wury Ma’ruf Amin dan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Maju (OASE-KIM) menyosialisasikan tentang moderasi sejak dini di madrasah kota Balikpapan, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moderasi beragama pada anak-anak. Pemerintah menetapkan program yang difokuskan pada pengembangan sikap toleransi, menghargai perbedaan, dengan menerapkan langkah moderasi di madrasah. Dengan menggabungkan konsep moderasi beragama ke dalam mata Pelajaran PAI ( Pendidikan Agama Islam) dan PKN ( Pancasila dan Kewarganageraan ). Di mana semua siswa akan diajak untuk mempraktikkan sikap toleran, menghargai perbedaan pendapat dan menghormati keberagaman. Contoh praktik yang bisa dilakukan adalah berupa dialog lintas agama atau kunjungan ke tempat ibadah dengan alasan untuk memperluas wawasan dan meningkatkan pemahaman tentang toleransi beragama.
Begitu pula dengan pelatihan pelatihan yang diberikan untuk guru. Guru akan dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang moderasi sehingga bisa menjadi teladan bagi siswa. Pihak orangtua pun tak luput dari target program ini. Yang bertujuan agar moderasi diterapkan di lingkungan keluarga. Sehingga nantinya semua pihak akan memiliki pemikiran yang terbuka, moderat dan siap hidup berdampingan dengan masyarakat yang memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
Perlu kita ketahui bersama, di masa menjelang berakhir kekuasaannya, Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Perpres ini dikeluarkan dalam rangka menjaga kesinambungan program yang dikhawatirkan akan terhenti seiring berhentinya jabatan Jokowi. Dalam Perpres 58/2023 disebutkan bahwa terdapat 8 (delapan) kelompok strategis yang berperan sangat penting dalam ekosistem moderasi beragama, salah satunya dunia pendidikan. Dunia pendidikan dianggap merupakan medium paling efektif untuk melakukan transfer nilai dan pengetahuan. Dengan demikian, penanaman nilai moderasi beragama bagi para pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik sangat menentukan keberhasilan program ini. Dalam modulasi penanaman nilai moderasi tersebut, terdapat 9 (sembilan) nilai moderasi beragama yang dapat dikembangkan sesuai latar dan konteks para pemangku kepentingan. Nilai-nilai tersebut adalah (1) Tawassuth (tengah-tengah), (2) I’tidal (tegak lurus), (3) Tasammuh (toleran), (4) Syura (musyawarah), (5) Qudwah (kepeloporan), (6) Ishlah (perbaikan), (7) Muwathanah (cinta tanah air), ( Al-La ‘Unf (antikekerasan), dan (9) I’tiraf al-‘Urf (menghormati budaya). (Situs Kemenag, 23-6-2023).
Dari perpres inilah, membuahkan penanaman nilai nilai moderasi di kalangan pelajar sebagai salah satu agendanya. Kita kaum muslim perlu waspadai tentang program moderasi beragama ini. Karena usia pelajar adalah usia kritis, usia pembentukan dasar-dasar pemikiran dan perilaku yang merupakan komponen kepribadian.
Fakta problem remaja termasuk pelajar masa kini adalah berupa dekadensi moral remaja yang makin parah (perundungan, seks bebas, aborsi, narkoba kriminalitas, dll), tapi pemerintah menyolusi dengan pengarusan moderasi beragama yang tidak berhubungan dengan akar persoalan generasi. Dalam proses pembelajarannya, anak-anak telah diperkenalkan pada agama-agama di Indonesia, tempat ibadah mereka, sikap ketika mereka merayakan hari besar agama, penerimaan terhadap perbedaan, nilai-nilai kebangsaan, pengenalan terhadap budaya lokal, serta materi-materi lain sesuai nilai-nilai moderasi beragama.
Moderasi beragama di institusi pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menangkal radikalisme di kalangan pelajar yg dipandang sebagai musuh ideologi Kapitalisme, agar generasi memiliki profil moderat dalam beragama, yang justru menjauhkan profil kepribadian Islam. Nampak bahwa yang menjadi kekhawatiran negara itu bukan kerusakan moral remaja, tapi ancaman kebangkitan Islam. Penguasa sedang menjalankan peran sebagai penjaga sistem sesuai arahan Barat. Moderasi beragama adalah proyek Barat yang dimaknai menerima pemikiran liberal seperti HAM, pluralisme, dll.
Pelajar seharusnya menjadi duta Islam yg mengambil Islam yang murni, tidak bercampur dengan pemikiran Barat. Profil generasi muslim yang produktif, tangguh, pembangun peradaban mulia hanya mampu dicetak oleh negara Islam, Khilafah. Negara akan menjaga dan mengupgrade kualitas remaja dengan ideologi Islam melalui sistem pendidikan, menghidupkan tradisi dakwah, dll sehingga terwujud generasi barisan aminan lil Islam dan daulah.
Bahaya Moderasi Dini
Umat Islam perlu mewaspadai program moderasi beragama pada usia dini ini. Usia dini adalah usia kritis, usia pembentukan dasar-dasar pemikiran dan perilaku yang merupakan komponen kepribadian. Apabila anak usia dini dikenalkan kepada Penciptanya, ditanamkan tentang ketaatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta, diajarkan untuk teguh berpegang kepada agama, berarti kita telah meletakkan fondasi yang kuat bagi agamanya.
Sebaliknya, apabila kita menanamkan pemahaman bahwa semua agama sama, atau tidak kita menanamkan untuk terikat dengan hukum syara’, anak tidak memiliki fondasi yang cukup kuat untuk berpegang teguh pada ajaran agamanya. Mereka akan mudah diperdaya berbagai produk perang pemikiran dan budaya, termasuk liberalisme, hedonisme, dan materialisme.
Jadilah mereka generasi yang tidak segan berpindah agama ataupun menganggap menikah dengan nonmuslim tidak jadi masalah. Mereka menjadi generasi yang tidak berwawasan luas, pemikirannya picik dengan prasangka baik terhadap musuh-musuh Islam, lalu dengan sukarela mereka menyerahkan kekayaan dan kedaulatan negaranya pada asing.
Oleh sebab itu, anak perlu diperkenalkan mengenai konsep membela agama dan harus membangun keberaniannya dalam beramar makruf nahi mungkar. Jangan sampai anak ditakut-takuti dengan konsep jihad yang telah diputarbalikkan. Kondisi ini justru akan berbahaya bagi keberlangsungan umat Islam sendiri.
Ini karena generasi penerus Islam akan kehilangan izahnya, mereka tidak tahu cara mempertahankan agama dan negaranya dari musuh. Kasus yang terjadi pada masyarakat Rohingya di Myanmar yang memilih lari daripada berjihad—sehingga terhina di negaranya sendiri dan terhina di negeri orang—cukuplah menjadi pelajaran bagi umat. Wallahu a’lam bis shawwab