JAKARTA (Arrahmah.id) – Habib Rizieq Shihab (HRS) mengajukan gugatan perdata terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Gugatan tersebut didaftarkan pada 30 September 2024, sehingga disebut gugatan 30S.
Tim pengacara HRS membeberkan gugatan itu berkaitan dengan pelanggaran penggunaan wewenang yang dilakukan oleh Jokowi selama menjadi Presiden Indonesia.
“Gugatannya perihal dugaan kebohongan dengan menggunakan instrument ketatanegaraan,” kata pengacara HRS, Aziz Yanuar, pada Jumat (4/10/2024), seperti dilansir detik.
Meski tidak memberikan rincian terkait gugatan yang dilayangkan kepada Jokowi, Aziz menyebut adanya dugaan pelanggaran yang terkait dengan peristiwa pemilihan gubernur (pilgub) dan pemilihan presiden (pilpres).
“(Terkait) Kampanye pilgub dan pilpres,” katanya.
Dalam siaran pers pihak penggugat yang dibagikan Aziz Yanuar, terdapat sejumlah penjelasan mengenai alasan diajukannya gugatan terhadap Jokowi.
Para penggugat menilai Jokowi telah berbohong sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 silam hingga menjadi presiden dua periode.
Di keterangan pers tersebut disebutkan sejumlah kebohongan Jokowi mulai dari pernyataan 6.000 unit pesanan mobil ESEMKA hingga kebohongan mengenai data uang Rp 11.000 triliun yang ada di kantong Jokowi.
Sebanyak tujuh orang menjadi penggugat dalam gugatan perdata terhadap Jokowi, yaitu Moh Rizieq, Munarman, Eko Santjojo, Edy Mulyadi, Mursalim, Marwan Batubara dan Soenarko.
Dilihat dari situs SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/10), gugatan itu teregister dengan nomor perkara 661/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Di antara isi petitum dalam gugatan tersebut adalah:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan tergugat (Joko Widodo) telah melakukan perbuatan melanggar hukum
3. Menghukum tergugat (Joko Widodo) membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp 5.246,75 triliun untuk disetorkan kepada kas negara.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan gugatan ke pengadilan merupakan hak setiap warga. Namun, dia mengingatkan agar gugatan diajukan dengan serius dan bertanggung jawab.
“Tentu merupakan hak bagi setiap warga negara untuk mengajukan upaya hukum, namun sebaiknya setiap upaya hukum dilakukan dengan serius dan bertanggung jawab. Bahwa setiap orang yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya, prinsip hukum ini harus selalu dikedepankan. Jangan menggunakan upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi secara semena-mena hanya untuk sekadar mencari sensasi atau tujuan provokasi,” ujar Dini.
Dini pun enggan memberi tanggapan lebih jauh terkait gugatan itu. Dia mengatakan pihak Istana akan menunggu lebih lanjut proses yang ada di pengadilan.
“Istana tidak bisa memberikan tanggapan lebih jauh karena gugatan dilayangkan ke PN. Ini mungkin nanti kita lihat bagaimana perkembangannya agar lebih jelas apakah gugatan ini ditujukan kepada Pak Jokowi sebagai Presiden atau sebagai pribadi,” ujarnya. (Rafa/arrahmah.id)