TEL AVIV (Arrahmah.id) — Seorang sandera Arab Badui Israel yang baru-baru ini dibebaskan dari Gaza telah kembali ke desanya di Khirbet Karkur dan mendapati 70% rumah-rumah di sana akan dihancurkan otoritas Israel.
Qaid Farhan Al Qadi (52) disambut di rumah sebagai pahlawan setelah 326 hari ditawan di Gaza. Namun, kepulangan Al Qadi dibayangi berita bahwa sebagian besar rumah di desanya terancam dihancurkan.
Meski keluarga Al Qadi belum menerima pemberitahuan pembongkaran, sebagian besar tetangganya telah diberi tahu bahwa rumah mereka akan dihancurkan.
Seorang juru bicara Otoritas Pertanahan Israel mengatakan, dilansir Associated Press (29/8/2024), mereka tidak akan memberikan surat perintah pembongkaran kepada keluarga Al Qadi. Namun, konsesi ini tidak berlaku bagi tetangganya, yang rumahnya masih terancam.
Pemerintah Israel mengklaim rumah-rumah tersebut dibangun tanpa izin di area “hutan lindung” yang tidak ditetapkan sebagai perumahan.
Situasi mereka semakin menyoroti perjuangan berkelanjutan yang dihadapi komunitas Badui di Israel, yang desa-desanya seringkali lebih tua dari negara Zionis itu sendiri, tetapi menghadapi pembongkaran secara berkala.
Awal pekan ini, Israel menghancurkan desa Badui Palestina di Al Araqeeb untuk ke-229 kalinya.
Muhammad Abu Tailakh, kepala dewan lokal Khirbet Karkur, mengungkapkan emosi campur aduk tentang kepulangan Al Qadi, dengan mengatakan, “Ini sangat menggembirakan, kami tidak tahu apakah dia akan kembali hidup-hidup atau tidak. Namun, kabar baiknya juga agak rumit, karena semua yang terjadi.”
Ironisnya, penyelamatan dan sambutan hangat Al Qadi telah disajikan beberapa pihak sebagai bukti untuk menepis tuduhan apartheid di Israel. Namun, pembongkaran yang direncanakan di desanya menceritakan kisah yang berbeda.
Forum Koeksistensi Negev untuk Kesetaraan Sipil melaporkan 2.007 bangunan Badui dihancurkan dalam enam bulan pertama tahun 2024 saja, meningkat 51% dibandingkan dengan tahun 2022.
Khirbet Karkur, seperti banyak desa Badui yang tidak diakui, tidak memiliki infrastruktur dasar seperti listrik, air, dan sistem pembuangan limbah.
Penduduk, yang ditempatkan di sana oleh pemerintah pada tahun 1950-an, sekarang diminta pindah ke daerah perkotaan, langkah yang secara mendasar akan mengubah cara hidup tradisional mereka. (hanoum/arrahmah.id)