JAKARTA (Arrahmah.id) – Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Katolik Indonesia (KWI) menolak tawaran izin pengelolaan tambang yang diberikan oleh pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Eksekutif Keadilan dan Perdamaian PGI Henrik Lokra.
“Setelah melalui kajian yang mendalam dan komprehensif, PGI mengambil keputusan untuk tidak terjun ke dunia pertambangan jika ditawarkan oleh pemerintah,” kata Henrik, seperti dilansir CNNIndonesia.com pada Senin (29/7/2024) malam.
Henrik menilai permasalahan pertambangan tidak berada dalam wilayah layanan PGI dan tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut. Baginya, dunia pertambangan berada di luar amanah PGI.
“Apalagi dunia pertambangan sangat kompleks dan mempunyai implikasi yang sangat luas. Namun mengingat setiap organisasi keagamaan juga memiliki mekanisme internal yang dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada, tentunya organisasi keagamaan diyakini mampu mengelolanya secara maksimal dan profesional,” ujarnya.
Ia mengimbau agar organisasi keagamaan tidak mengabaikan tugas pokok dan fungsi pembinaan masyarakat.
“Dan yang terpenting, jangan sampai organisasi keagamaan tersandera berbagai hal karena kehilangan daya kritis dan suara profetiknya,” ujarnya.
Henrik juga menilai PGI selama ini aktif membantu korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha pertambangan. Ia yakin jika menjadi calon pelaku usaha pertambangan, PGI akan menghadapi dirinya sendiri di masa depan.
“Dan akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migran dan Migran dan Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut menegaskan posisi KWI yang tetap menolak izin pertambangan.
“Sikap KWI tidak berubah. KWI tidak memilih tawaran untuk mendapatkan IUP atau WIUPK. Alasannya tidak berubah,” kata Jenarut, pada Selasa (30/7).
Pada awal Juni 2024, Jenarut menjelaskan, KWI yang berdiri pada tahun 1927 berstatus lembaga keagamaan. Peran KWI hanya terkait dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (khotbah), liturgi (ibadah), martyria (roh profetik).
Dengan begitu, KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang memberikan dakwah dan pelayanan. Mereka ingin menciptakan cara hidup bersama yang bermartabat. (Rafa/arrahmah.id)