DHAKA (Arrahmah.id) — Laporan media mengutip para pejabat di Bangladesh, sedikitnya 5 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam bentrokan di kampus universitas. Ratusan mahasiswa Bangladesh sebelumnya melakukan demo sejak beberapa pekan terakhir untuk menolak sistem kuota untuk pekerja pemerintah atau PNS di negara itu.
Dilansir Al Jazeera (17/7/2024), para mahasiswa menentang sistem kuota yang mengharuskan 30% pekerjaan pemerintah bergaji tinggi diperuntukkan bagi anak-anak keturunan pahlawan negeri tersebut.
Anak-anak pahlawan yang dimaksud adalah yang orang tuanya ikut berjuang dalam perang pembebasan melawan Pakistan pada 1971. Pahlawan itulah yang memperjuangkan kemerdekaan Bangladesh.
Sistem tersebut telah ditolak juga sejak 2018. Namun terbaru bulan lalu hasil putusan pengadilan tinggi membatalkan penolakan akan peraturan tersebut.
Hal itu lah yang membuat mahasiswa naik tikam. Demo semakin memanas sejak pengumuman keputusan pengadilan.
Kemudian ditambah lagi adanya bentrok diduga antara pemuda dari partai berkuasa Liga Awami dengan mahasiswa yang menolak akan peraturan terbaru tersebut.
Di ibu kota Dhaka saja, sedikitnya 234 orang terluka. Rumah Sakit Perguruan Tinggi Kedokteran Dhaka, mengatakan ratusan mahasiswa itu telah mendapatkan perawatan di rumah sakit.
“Sebanyak 234 mahasiswa mendapat perawatan di rumah sakit kami menyusul bentrokan mahasiswa pada Senin,” Brigjen Jenderal sekaligus Direktur Rumah Sakit Perguruan Tinggi Kedokteran Dhaka, Asaduzzaman, dikutip dari Arab News (17/7).
Protes meningkat pada hari Minggu, setelah Perdana Menteri Bangladesh Hasina melemahkan para demonstran dengan mengatakan bahwa siapa lagi yang akan membantu keturunan pahlawan negara. Namun ada kata-kata yang membuat mahasiswa semakin panas.
“Jika cucu pejuang kemerdekaan tidak menerima manfaat, siapa yang akan mendapatkannya? Cucu para razakar?” ujar dia.
Kata “razakar,” sebuah istilah yang sangat ofensif di Bangladesh. Kata itu diartikan bagi seseorang yang tidak berpihak pada pemerintah atau bekerja sama dengan militer Pakistan selama perang tahun 1971.
Mahasiswa dari 35 universitas negara itu telah turun ke jalan untuk melakukan protes keras. Bentrok antara pemuda pro pemerintah dengan pendemo makin memanas hingga menyebabkan lebih dari 400 orang terluka di Dhaka.
Koordinator kelompok Siswa Melawan Diskriminasi, Mohammad Nahid Islam, mengatakan para mahasiswa bukan menolak sistem, tetapi mereka membela keadilan. Jadi mereka menuntut agar sistem untuk pekerja pemerintah bisa diseleksi dari prestasi bukan mengutamakan keturunan dari pejuang 1971.
“Kami menuntut reformasi dengan memberikan sejumlah kuota bagi masyarakat kurang mampu. Kami menuntut perekrutan pekerjaan berdasarkan prestasi,” tegas dia. (hanoum/arrahmah.id)