Oleh Nazwa Hasna Humaira
Aktivis Dakwah
Pendaftaran siswa baru tahun ajaran 2024 sudah mulai dibuka saat ini. Para orang tua siswa kian gencar mencari jalur pendaftaran yang tepat agar anaknya lolos seleksi masuk ke sekolah negeri. Sebab, sekolah negeri lebih diminati dikarenakan untuk jenjang SD-SMP ada program gratis, sedangkan untuk SMA/SMK meskipun tetap berbayar tapi tidak terlalu berbiaya mahal dibandingkan dengan sekolah swasta.
Terdapat empat jalur pendaftaran untuk masuk ke sekolah negeri, yaitu: zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan prestasi. Adapun tujuan dari semua jalur pendaftaran ini adalah untuk pemerataan kesempatan pendidikan. Agar semua pendidikan terbuka dan dapat diakses oleh semua anak. (tirto.id, 20/06/2024)
Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, keempat jalur pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 ini masih diwarnai kisruh. Baik sistemnya yang bermasalah, nama siswa yang tidak terdaftar, hingga berbagai praktik kecurangan dan jual beli bangku sekolah. Hal ini sebagaimana yang dilaporkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Menurut Koordinator JPPI, Ubaid Matraji kecurangan masih terjadi di berbagai jalur PPDB 2024. JPPI juga melaporkan per Juni 2024, ada 162 kasus kecurangan PPDB, yaitu: tipu-tipu nilai di jalur prestasi 42%, manipulasi KK di jalur zonasi 21%, mutasi 7%, ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi 11%. (News Indonesia, 27/6/2024)
Fakta di atas mengindikasikan bahwa tingginya angka calon siswa baru tidak seimbang dengan kapasitas sekolah negeri yang diberikan oleh negara. Di sisi lain, kisruhnya keempat jalur PPDB, membuktikan bahwa tujuan pemerataan kesempatan pendidikan untuk semua anak di tanah air jauh panggang dari api.
Banyak orang tua dilema hingga rela bersaing bahkan menghalalkan segala cara seperti memanipulasi nilai prestasi dan Kartu Keluarga (KK), termasuk melakukan jual beli “kursi.” Asalkan anak mereka diterima di sekolah tersebut. Sementara bagi orang tua yang tak memiliki dana akhirnya memilih pasrah dan membiarkan anaknya berhenti sekolah. Padahal kondisi ini harusnya tidak terjadi mengingat program belajar 9 tahun (SD-SMP-SMA) masih hak mereka sebagaimana program pemerintah yang selalu digembar-gemborkan di depan media.
Dalam sistem pendidikan kapitalisme saat ini, negara seakan tak begitu peduli dengan masa depan generasi. Program wajib belajar 9 tahun pun hanya sebatas program karena tetap membawa masalah dari sisi biaya, buku, praktikum, seragam, dan lain-lain. Sebab dalam sistem ini negara tidak bertindak sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Bahkan, karena keterbatasan yang dimilikinya, negara justru memberikan kebebasan kepada pihak swasta untuk turut andil menyediakan dan menyokong sistem pendidikan di negeri ini.
Hal yang seharusnya negara lakukan adalah dengan menanggung biaya infrastruktur sekolah yang ada di Indonesia, sehingga tidak terjadi kapitalisasi pendidikan. Kemudian, mempermudah alur pendaftaran para calon siswa untuk bisa bersekolah. Lalu, tidak lupa negara pun memberikan fasilitas dan SDM yang layak bagi untuk kelancaran kegiatan belajar-mengajar. Dan, yang terakhir adalah mengganti sistem kapitalisme sekuler dengan sistem sahih. Dengan begitu, permasalahan di dunia pendidikan akan mampu diselesaikan hingga akarnya.
Berbeda halnya dengan pendidikan dalam sistem Islam. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan vital bagi rakyat. Karena itu negara dan pemimpin Islam akan bertindak sebagai penanggung jawab akan hal ini. Sebab pemimpin adalah pengurus rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara yang menerapkan sistem Islam akan menyamaratakan sistem pembelajaran yang akan diterima oleh setiap calon siswa baru. Sehingga, tak ada yang namanya sekolah favorit dan tidak favorit, sebab dengan adanya hal itu akan memunculkan ketidakadilan dan ketimpangan penerimaan sistem pendidikan di tengah masyarakat. Dalam sistem Islam baik miskin dan kaya berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Karena visi misi pendidikan dalam Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Itulah sebabnya, pembelajarannya pun selalu berlandaskan dengan Al-Qur’an dan As-sunah. Dengan begitu, para generasi muda bukan hanya cerdas secara akademik saja, melainkan berkepribadian mulia.
Selanjutnya, negara pun akan menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Seperti halnya gedung-gedung sekolah yang layak, buku-buku, laboratorium dan hal lainnya yang mendukung KBM secara merata di tiap daerah (kota maupun desa). Dengan begitu, semua sekolah di mana pun berada akan memiliki kualitas dan fasilitas pendidikan yang sama serta mampu menampung seluruh calon siswa baru di sekolahnya, tanpa harus memikirkan pendaftaran dengan berbagai jalur. Sumber pembiayaan untuk semua ini berasal dari baitulmal, yang berasal dari jizyah, fai, kharaj, ghanimah, dan pengelolaan SDA.
Tidak lupa, negara pun akan menghadirkan tenaga pengajar yang kompeten juga terbaik agar mampu mendidik siswanya menjadi generasi emas yang akan bermanfaat bagi dirinya, orang lain, agama, serta negara. Inilah konsep sistem Islam yang akan menyelesaikan permasalahan umat di dunia pendidikan.
Untuk mewujudkannya memerlukan persatuan seluruh umat muslim yang nantinya akan menyuarakan agar ditegakkannya kembali sistem Islam dalam kehidupan. Dengan begitu, semua umat muslim pun harus lebih luas dalam menyebarkan dakwah di tengah-tengah umat.
Wallahu’alam bis shawwab