HASAKAH (Arrahmah.id) — Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengakui bahwa sekutu milisi Kurdi-nya, yang disebut Pasukan Demokratik Suriah (SDF), secara paksa merekrut tentara anak-anak dalam perjuangan melawan kelompok militan Islamic State (ISIS) dan pemerintah resmi Suriah.
Dilansir Al Mayaden (28/6/2024), Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan dalam laporan barunya bahwa SDF masuk dalam daftar kelompok teroris yang terlibat dalam kejahatan tentara anak-anak, setelah ISIS dan kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy-Syam (HTS).
“Perekrutan atau penggunaan anak-anak dalam peran tempur dan dukungan di Suriah masih umum terjadi, dan sejak awal tahun 2018 para pengamat internasional melaporkan terus terjadi insiden perekrutan dan penggunaan oleh kelompok bersenjata, meskipun prevalensi praktik tersebut berbeda-beda di setiap kelompok,” kata laporan itu.
Departemen Luar Negeri menekankan bahwa kelompok bersenjata tersebut “merekrut dan/atau menggunakan anak laki-laki dan perempuan sebagai tentara anak-anak.”
Laporan tersebut mengatakan SDF melaksanakan rencana aksi yang diamanatkan Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri perekrutan dan penggunaan anak-anak serta mendemobilisasi mereka yang berada di jajarannya, “namun, sebuah organisasi internasional melaporkan kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan SDF merekrut dan menggunakan anak-anak pada tahun 2022 dan 2023”.
Departemen Luar Negeri AS menambahkan bahwa HTS dan ISIS “menggunakan anak-anak sebagai perisai manusia, pelaku bom bunuh diri, penembak jitu, dan algojo,” sementara beberapa kelompok bersenjata “menggunakan anak-anak untuk kerja paksa dan sebagai informan, sehingga membuat mereka terkena pembalasan dan hukuman ekstrem.”
Laporan tersebut juga menyebut Gerakan Pemuda Revolusioner sebagai kelompok bersenjata Kurdi radikal yang terus merekrut anak-anak “melalui pengumuman palsu untuk kursus pendidikan di timur laut Suriah”.
Dukungan Washington terhadap SDF telah lama menjadi bahan perdebatan dengan sekutu NATO-nya, Turki, yang telah mengerahkan pasukan pendudukannya di timur laut Suriah dengan dalih memerangi kelompok militan anti-Ankara.
Ankara memandang SDF sebagai perpanjangan tangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang, yang telah melancarkan perang kemerdekaan selama puluhan tahun melawan Turki dan dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Sejak Maret 2011, Suriah dilanda kampanye militansi dan penghancuran yang disponsori oleh AS dan sekutunya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasukan pemerintah Suriah telah berhasil merebut kembali kendali hampir seluruh wilayah dari kelompok ISIS.
Militer AS telah menempatkan pasukan dan peralatannya di timur laut Suriah, dan Pentagon mengklaim bahwa pengerahan tersebut bertujuan untuk mencegah ladang minyak di wilayah tersebut jatuh ke tangan ISIS.
Damaskus berpendapat bahwa pengerahan tersebut dimaksudkan untuk menjarah sumber daya alam Suriah. Mantan Presiden AS Donald Trump dalam beberapa kesempatan mengakui bahwa pasukan Amerika berada di negara Arab untuk mencari kekayaan minyaknya. (hanoum/arrahmah.id)