KHARTOUM (Arrahmah.id) — Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menilai bahwa sekitar 750 ribu warga Sudan menghadapi bencana tingkat kelaparan ekstrem yang parah. IPC didukung oleh PBB dan laporan penilaiannya diterbitkan pada Kamis (27/6/2024).
Sudan jatuh dalam perang saudara pada April tahun lalu. Hingga kini, konflik belum berhenti dan kelaparan telah menyebar ke ibu kota Khartoum dan provinsi Jazira yang pernah jadi lumbung pangan negara tersebut.
IPC sendiri merupakan kelompok insiatif yang dibentuk pada 2004 selama terjadi bencana kelaparan di Somalia. Kini kelompok yang tergabung di IPC mencakup lebih dari selusin badan PBB, kelompok bantuan, pemerintah dan badan lainnya.
Jika konflik di Sudan itu terus berlanjut, IPC memeperkirakan ada risiko kelaparan di 14 wilayah di negara tersebut. Sudan bisa menghadapi tingkat kerawanan pangan akut terburuk, lebih parah dibanding kelaparan saat konflik di Darfur pada awal tahun 2000-an.
Dilansir Al Jazeera (28/6), IPC mengatakan sekitar 25,6 juta orang kemungkinan besar akan mengalami kerawanan pangan akut tingkat tinggi antara bulan Juni dan September.
Saat ini saja, sekitar 8,5 juta orang atau 18 persen dari populasi, telah menderita kerawanan tingkat darurat yang dimasukkan dalam fase keempat. Pada tingkat ini, penduduk Sudan bergulat dengan kekurangan pangan yang dapat mengakibatkan malnutrisi akut dan kematian berlebih.
Saat ini, lebih dari 10 juta penduduk Sudan telah mengungsi. Sekitar 7,26 juta orang meninggalkan rumah mereka. Sedangkan pengungsi akibat konflik sebelumnya ada sekitar 2,83 juta orang.
Secara total, lebih dari seperempat dari 48 juta penduduk Sudan kini terpaksa meninggalkan rumah mereka, dan lebih dari dua juta orang melintasi perbatasan internasional.
“Konflik ini tidak hanya memicu pengungsian massal dan gangguan jalur pasokan, sistem pasar dan produksi pertanian, namun juga sangat membatasi akses terhadap bantuan kemanusiaan penting, sehingga memperburuk situasi yang sudah mengerikan,” kata laporan IPC, dikutip Associated Press.
Lebih dari separuh penduduk usia kerja di Sudan bekerja di sektor non-formal sebelum konflik terjadi. Kekurangan akses terhadap pekerjaan karena konflik yang berlanjut, menyebabkan banyak orang kehilangan pendapatan dan kesulitan makan.
Perang di Sudan merupakan pertempuran antara militer dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Telah ada banyak seruan untuk gencatan senjata dan PBB telah memperingatkan situasi kemanusiaan di negara tersebut yang semakin memburuk.
“Kami menerima berita tentang orang-orang yang memakan daun dari pohon; seorang ibu memasak tanah hanya untuk memasukkan sesuatu ke dalam perut anak-anaknya,” kata Justin Brady, kepala badan bantuan OCHA PBB, dikutip UN News.
FAO dan UNICEF mengatakan, separuh penduduk Sudan yang dilanda perang, setiap harinya adalah perjuangan untuk mendapatkan makanan untuk diri mereka sendiri dan keluarganya.
“Gencatan senjata segera dan pembaruan upaya internasional, baik diplomatik maupun finansial, serta akses kemanusiaan tanpa hambatan dan berkelanjutan sangat dibutuhkan agar respons kemanusiaan dapat lebih diperluas dan memungkinkan lembaga-lembaga tersebut memberikan bantuan secepat yang dibutuhkan,” kata IPC. (hanoum/arrahmah.id)