JAKARTA (Arrahmah.id) – Tim pengawas ibadah haji DPR menemukan adanya rombongan jemaah haji asal Indonesia yang terkatung-katung tak memperoleh layanan. Layanan tersebut, misalnya seperti jemaah yang tak memperoleh fasilitas bus hingga tenda saat wukuf di Arafah maupun saat mabit di Mina.
Anggota timwas haji DPR, Wisnu Wijaya Adiputra, mencurigai adanya praktik lancung jual-beli kuota pemberangkatan Ibadah haji. Sebab, dalam beberapa informasi di lapangan, diperoleh adanya jemaah haji jalur khusus yang membayar biaya lebih besar dari umumnya
“Informasi yang kami temukan, ada jemaah yang jika ingin diberangkatkan mesti membayar dengan jumlah biaya furoda, atau sekitar Rp 300 juta,” kata Wisnu, Jumat (21/6/2024), lansir Tempo.
Padahal, politikus PKS tersebut melanjutkan, biaya haji jalur khusus, umumnya menarifkan jemaah untuk membayar Rp 160 juta. Namun, mereka yang membayar biaya tarif standar acapkali ditakut-takuti akan dimundurkan waktu keberangkatannya.
“Kami belum mengetahui siapa pihak yang bermain, namun disinyalir kuat ini dilakukan tidak oleh satu pihak saja alias kongkalikong,” ujar dia.
Wisnu menyinggung ihwal proses pembagian tambahan kuota jemaah yang diklaim diputuskan sepihak oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama.
Dia menilai, pembagian tersebut ditengarai menjadi celah untuk melakukan praktik lancung.
Wisnu mengungkapkan, Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama mulanya menyatakan akan membagi 20 ribu kuota tambahan bagi dua jalur jemaah haji, yaitu 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, hal tersebut hanya ucapan belaka. Sebab, Kementerian Agama malah membagi kuota tambahan tersebut secara sepihak, di mana jumlah kuota haji reguler berkurang dari 221.720 menjadi 213.320 kuota. Sementara kuota haji khusus bertambah dari 19.280 menjadi 27.680.
“Sebanyak 8.400 kuota haji reguler berkurang karena dialihkan ke haji khusus. Keputusan ini tidak ada koordinasi dan kesepakatan dengan DPR,” ucap Wisnu.
Di sini lah Wisnu mencurigai terdapat indikasi jual-beli kuota pemberangkatan. Sebab, celah tersebut dapat dimanfaatkan oleh segelintir pihak tanpa mendapat pengawasan dari tim pengawas haji DPR selaku pengawas eksternalnya.
Kemarin, Wakil Ketua Komisi bidang Keagamaan DPR, Marwan Dasopang, tak menampik ihwal adanya informasi di lapangan ihwal praktik jual-beli kuota pemberangkatan haji.
“Informasi ini ada, tetapi kita belum memiliki bukti validnya,” kata Marwan.
Berdasarkan hasil rapat akhir tim pengawas haji DPR di Arab Saudi, diputuskan agar dilakukan pembentukan panitia khusus guna mendalami dan mengevaluasi pelbagai hal yang terjadi dalam penyelenggaraan Ibadah haji 1445 Hijriah atau 2024 Masehi ini.
“Pansus juga akan membahas soal fasilitas yang minim. Tidak hanya soal praktik-praktik seperti ini. Semua didalami, termasuk soal pembagian tambahan kuota yang kami rasa tidak sesuai dengan hasil rapat panja,” terangnya.
(ameera/arrahmah.id)