GAZA (Arrahmah.id) – Tentara ‘Israel’ siap untuk “menyatakan kesimpulan” atas serangan daratnya di Gaza setelah operasi Rafah selesai, namun Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu cenderung tidak menyetujuinya, surat kabar ‘Israel’ Haaretz melaporkan pada Jumat (21/6/2024).
Menurut analis ‘Israel’ Amos Harel, tentara ‘Israel’, meskipun “jauh dari kekalahan total terhadap Hamas” akan merekomendasikan penghentian kampanye di Jalur Gaza, mengurangi pasukan di wilayah-wilayah utama dan fokus pada serangan terhadap Hamas, penggerebekan yang ditargetkan, bersamaan dengan upaya untuk memulai kembali negosiasi penyanderaan dan mencapai gencatan senjata.
Menurut laporan tersebut, pertempuran baru-baru ini di Rafah telah mengakibatkan banyak korban jiwa, termasuk sedikitnya 11 tentara ‘Israel’.
Situasi penawanan masih mengerikan, menurut penilaian Harel. “Mengenai para sandera, tentara tidak memiliki berita yang menggembirakan saat ini,” tulisnya, sambil mencatat bahwa operasi Nuseirat pada 8 Juni yang membebaskan empat tawanan namun menyebabkan terbunuhnya lebih dari 270 warga Palestina membuktikan hal tersebut.
Ketegangan juga tinggi di ‘Israel’ utara, di mana Hizbullah Libanon melanjutkan permusuhan setelah berkurangnya serangan selama liburan Idul Adha, kata laporan itu.
Meskipun Kepala Staf Angkatan Darat ‘Israel’ Herzi Halevy menyarankan untuk mengubah strategi, akan tetapi Netanyahu menyatakan bahwa perang habis-habisan melawan Hamas akan terus berlanjut selama diperlukan.”
“Tujuan utama Netanyahu tetap bertahan: untuk melewati sesi musim panas Knesset dan menunggu dengan harapan Donald Trump akan terpilih sebagai presiden AS pada November,” jelas laporan itu.
Ketegangan antara pemerintah ‘Israel’ yang dipimpin Netanyahu dan pemerintahan Biden juga meningkat karena tertundanya pengiriman bom, yang menurut Harel, dapat berdampak pada kemampuan militer ‘Israel’ dalam konflik yang lebih luas.
“Halevy, yang masih berorientasi pada negara, rasionalistik, dan waspada terhadap emosi, perlahan-lahan kehilangan kesabarannya,” kata laporan itu, seraya menambahkan bahwa ia “memberikan ruang gerak bagi juru bicaranya dan dalam beberapa kasus malah terlibat dalam perselisihan yang keras dengan para politisi sendiri.”
Menurut Harel, “ada beberapa perwira yang ingin dia menjadi lebih berani”, terutama karena situasi politik tampaknya lebih kompleks dari sebelumnya.
“Jelas bahwa rekan-rekan Netanyahu yang tersisa dalam koalisi – Haredim dan kelompok ultra-kanan – telah memasuki mode untuk merebut apa pun yang mereka bisa,” kata laporan itu.
Sementara Ben-Gvir berusaha untuk mendapatkan tempat di kabinet perang, “Haredim terus mendesak diberlakukannya undang-undang yang penting bagi mereka dan dengan demikian menyulut api gerakan protes.”
“Setelah kejadian pekan lalu, lebih sulit untuk mengetahui apakah koalisi akan melewati pertemuan musim panas Knesset tanpa mengalami kekalahan,” Harel menyimpulkan. (zarahamala/arrahmah.id)