CANBERRA (Arrahmah.id) – Australian National University (ANU) telah mengeluarkan dua mahasiswa dan mendisiplinkan 10 mahasiswa lainnya karena protes dan pernyataan pro-Palestina di dalam kampus.
Beatrice Tucker, seorang mahasiswa tahun terakhir jurusan seni rupa, dikeluarkan dan dilarang masuk kampus setelah berkomentar dalam sebuah program radio yang mendukung perjuangan Palestina dan menolak untuk mengutuk Hamas, dengan mengatakan: “Hamas layak mendapatkan dukungan tanpa syarat dari kami.”
Sebuah kelompok pro-Palestina di ANU merilis sebuah pernyataan, yang mengatakan bahwa Tucker telah menghadapi reaksi keras dari media dan organisasi-organisasi Zionis, yang mengarah pada seruan pengusirannya.
Finnian Colwell, salah satu anggota kelompok tersebut, mengkritik tindakan universitas dan mendesak mereka untuk memutuskan hubungan dengan “Israel”.
“ANU lebih suka menghukum mahasiswanya daripada melepaskan diri dari investasi senilai lebih dari $1 juta yang diinvestasikan di delapan perusahaan senjata yang memiliki hubungan dengan ‘Israel’,” ujar Colwell.
“ANU terlibat dalam genosida. ANU harus menghentikan semua tindakan disipliner terhadap mahasiswa dan membatalkan program magang di Northrop Grumman, serta mengakhiri program pertukaran pelajar dengan Universitas Ibrani Yerusalem,” lanjutnya.
Wakil Rektor ANU Genevieve Bell mengatakan bahwa lima dari 10 kasus disipliner telah diselesaikan, dan lima kasus lainnya masih dalam proses peninjauan. Dia juga mengatakan bahwa empat insiden telah dirujuk ke Polisi Federal Australia untuk penyelidikan lebih lanjut.
Bell menekankan komitmen universitas terhadap kebebasan berbicara dan penyelidikan akademis, meskipun ada tantangan baru-baru ini, demikian dilaporkan media lokal.
Sementara itu, Colwell mempertanyakan pernyataan universitas tersebut kepada Senat Australia.
“ANU mengatakan kepada parlemen bahwa delapan mahasiswa telah menerima surat yang meminta mereka untuk meninggalkan kamp, tetapi sebenarnya ada 11 orang,” paparnya. Ia juga mengatakan bahwa mereka tidak tahu siapa orang kedua yang diusir.
“Israel” terus melanjutkan serangan brutalnya ke Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Sekitar 36.600 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 83.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat (Rafa/arrahmah.id)