Oleh Nurul Aini Najibah
Aktivis Dakwah
Program insentif guru mengaji menjadi salah satu prioritas Bupati Bandung, Dadang Supriatna, dengan tujuan untuk memberikan penghargaan kepada para guru mengaji dan ulama. Hal ini diungkapkan oleh Dadang dalam pelantikan pengurus DPC (Dewan Pimpinan Cabang) FKDT (Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah) Kabupaten Bandung untuk periode 2023-2028 di Hotel Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Adapun guru mengaji yang telah terdaftar akan menerima insentif berupa uang tunai, serta fasilitas BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan. (kompas.com, 27/4/2024)
Insentif yang diberikan bupati Bandung merupakan bentuk apresiasi beliau terhadap guru mengaji yang turut berperan menyebarkan ilmu agama. Namun tentu saja apresiasi bupati ini tak cukup dengan memberi insentif saja, mengingat nasib guru mengaji hampir tak jauh beda dengan guru honorer saat ini. Jauh dari gaji yang layak dan minim dari kata sejahtera. Salah satu faktanya yang sedang viral saat ini yaitu guru tahfiz (dengan gaji 2 juta/bulan) yang beralih menjadi kurir JNE dengan gaji 4 juta/bulan. Selain itu, beberapa bulan yang lalu ada seorang guru honorer yang beralih menjadi kurir narkoba. Penyebabnya adalah karena faktor ekonomi yang membebani. Alasan yang sama pun terjadi pada guru honorer yang menjadi kurir narkoba. (metrotvnews.com, 15/1/2024)
Dari kasus tersebut dapat dipahami bahwa kesejahteraan guru baik guru mengaji atau honorer masih dihadapkan pada masalah ekonomi. Keberadaan dan kontribusi mereka untuk masa depan generasi dan bangsa, terlebih dalam memberikan pemahaman Islam sebagai agama dan sistem kehidupan manusia tak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang didapat. Bisa dibayangkan, jika karena kesulitan ekonomi para guru kemudian beralih profesi menjadi kuli, kurir atau pekerja, maka akan banyak sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pendidik dan menyebabkan para siswa terlantar dan tak mendapat pendidikan yang layak.
Atas kondisi ini, negara harusnya cepat tanggap mencari pangkal penyebab dan memberikan solusi secara komprehensif. Di antaranya menjalankan perannya sebagai raa’in (pelayan) atas segala urusan masyarakat baik sandang, pangan, atau papannya yang diberikan secara merata kepala per kepala. Termasuk juga kebutuhan kolektif mereka seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sedangkan untuk gaji pegawai negara bisa mengalokasikan dana APBN atau hasil pengelolaan SDA, sehingga tak perlu lagi ada dana insentif atau dana serupa yang bersifat sementara dan ala kadarnya. Dan sudah seharusnya negara meningkatkan taraf kehidupan guru dengan memberi gaji yang layak, tunjangan serta fasilitas yang memadai agar mendukung proses pembelajaran dan pengajaran yang berkualitas.
Namun, semua hal itu tidak akan terwujud jika sistem yang diterapkan saat ini masih Kapitalisme. Maka apapun permasalahannya tidak akan tersolusikan, tak terkecuali persoalan para guru. Setiap guru memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, tanpa memandang status mereka. Namun, sangat disayangkan dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini, guru mengaji dan guru honorer sering diabaikan. Bahkan, sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya dari profesi sebagai guru, karena ada kesenjangan antara mereka dan guru PNS, baik dari segi gaji maupun perlakuan.
Oleh karena itu, satu-satunya harapan adalah pada ideologi Islam, karena Islam agama yang sempurna dan diridhai oleh Allah Swt. Di sisi lain, sistem ini sangat menjunjung keadilan, dimana tidak ada perbedaan perlakuan antara guru umum maupun guru mengaji. Semua diperlakukan dengan adil dan dihormati. Gaji guru juga akan ditetapkan sesuai dengan pandangan negara sebagai bentuk penghargaan yang tinggi terhadap kontribusi mereka dalam mendidik dan membentuk kepribadian umat Islam. Mulianya seorang guru telah tertuang dalam sebuah hadis yang menyebutkan:
“Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar semuanya bershalawat kepada mualim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan pada manusia,” (HR. Tirmizdi)
Negara dalam sistem Islam yang berperan sebagai raa’in (pengurus) akan benar-benar memperhatikan rakyatnya, salah satunya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat kepala per kepala, termasuk gaji guru. Guru dianggap sebagai tulang punggung dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan generasi mendatang. Tentu, di balik tugas tersebut, pentingnya pemenuhan hak yang sebanding dengan tanggung jawab yang besar.
Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, kesejahteraan guru menjadi perhatian utama. Beliau [radhiallahuanhu] menetapkan gaji guru secara adil dan besar, di mana setiap guru menerima upah sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp1.300.000, berarti gaji guru pada setiap bulannya sebesar Rp82.875.000. Pembiayaan tersebut diambil dari baitul mal yang bersumber dari ghanimah, fai, kharaj. Alhasil, kesejahteraan guru benar-benar terjamin.
Demikian luar biasanya perhatian Islam terhadap pendidikan, termasuk dalam menjamin kesejahteraan para guru. Selain memberikan gaji yang memadai, mereka juga diberi fasilitas untuk mengakses sarana dan prasarana guna meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Hal ini tentu akan membantu guru untuk fokus pada perannya sebagai pendidik dan pembentuk sumber daya manusia yang berkualitas, yang sangat dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang hebat dan mulia.
Wallahu a’lam bii Ash-Shawab.