Sana’ Yassin tidak pernah membayangkan bahwa akan tiba harinya ketika dia melihat mayat-mayat di pintu masuk rumahnya, dan tidak ada seorang pun yang diizinkan untuk mengambilnya.
Ini adalah pemandangan di kamp pengungsi Nour Shams, sebelah timur Tulkarem, di Tepi Barat yang diduduki, selama tiga hari invasi militer ‘Israel’ yang kejam, yang menyebabkan sedikitnya 14 warga Palestina syahid dan puluhan lainnya luka-luka, selain kerusakan besar-besaran di wilayah tersebut.
Penyerbuan dimulai Kamis pekan lalu (18/4/2024), dengan sejumlah kendaraan lapis baja militer ‘Israel’ dan ratusan tentara mengepung kamp tersebut dan menutup pintu masuknya.
Yassin mengatakan kepada The Palestine Chronicle bahwa buldoser ‘Israel’ segera menghancurkan jalan-jalan, memutus aliran air dan listrik, serta mencabut jaringan pembuangan limbah.
Buldoser ‘Israel’ menghancurkan bagian depan puluhan toko dan balkon rumah yang menghadap ke jalan, menyebabkan kerusakan besar baru di samping serangkaian sabotase yang disengaja sebelumnya.
“Saya mengunjungi ibu saya yang sakit dan kembali ke rumah ketika penggerebekan dimulai. Saya mendengar suara buldoser dan kendaraan militer, maka saya segera masuk ke dalam rumah karena saya tahu suara tersebut merupakan awal terjadinya bencana,” kata Yassin.
Ketika invasi berlanjut, penembak jitu ‘Israel’ mulai menembaki siapa saja yang bergerak, melukai banyak orang.
Karena kru ambulans dilarang masuk, kondisi korban luka semakin memburuk.
Pendarahan Di Mana-Mana
Selama itu, Yassin berusaha menenangkan keempat anaknya yang menangis dan menjerit akibat listrik padam serta suara tembakan dan peluru yang memekakkan telinga.
“Saat saya mencoba membantu mereka tidur, terdengar suara tembakan yang sangat keras di dekat rumah,” kata Yassin.
“Saya mendengar teriakan dan melihat ke luar jendela dan menemukan dua pemuda tergeletak di tanah, berdarah karena luka dan luka bakar,” jelasnya. “Saya pikir ambulans akan datang untuk menyelamatkan mereka, tapi semua orang dicegah untuk mendekat.”
Salah satu korban luka mencoba merangkak ke rumah terdekat, namun ia tidak dapat melakukannya karena rentetan tembakan ‘Israel’.
Dia tetap di tanah selama beberapa jam sampai dia dan orang yang terluka lainnya meninggal. Mayat mereka pun tetap di sana selama lebih dari 60 jam.
Yassin menceritakan kepada The Palestine Chronicle bahwa bau menyengat mulai memenuhi lingkungan sekitar.
Dia mencegah anak-anaknya melihat melalui jendela agar mereka tidak terkejut dengan pemandangan tersebut.
“Setiap kali saya melihat ke luar jendela, saya berharap tidak melihat kedua mayat itu, namun mereka tetap berada di sana sepanjang waktu,” kata Yassin.
“Tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka ketika terluka dan tidak ada yang bisa mengambil mereka kembali setelah kematian mereka. Itu adalah pemandangan mengerikan yang tidak pernah saya duga akan saya lihat seumur hidup saya.”
Kesedihan Seorang Ibu
Salim Ghannam (29) ditembak di kepala di pintu masuk rumahnya di kamp Nour Shams.
Tidak ada seorang pun yang diizinkan mendekatinya, namun keluarganya berhasil menyeret tubuhnya yang tak bernyawa ke dalam rumah.
Salim tetap di sana – sebagai mayat – selama 48 jam, bersama keluarganya menangis di sekelilingnya, sepanjang waktu.
Setelah tentara pendudukan mundur dari kamp, keluarga Ghannam terkejut mengetahui bahwa saudara laki-laki Salim yang berusia 26 tahun, Mahmoud, juga terbunuh oleh tembakan tentara ‘Israel’ di lingkungan terdekat.
Salim dan Mahmoud adalah saudara laki-laki Amer dan Ahmed Ghannam, yang dibunuh tentara ‘Israel’ Oktober lalu.
Terlebih lagi, saudara laki-laki mereka, Abdul Latif, meninggal karena kanker tidak lama kemudian. Ibu mereka harus mengucapkan selamat tinggal kepada lima putranya hanya dalam waktu enam bulan.
Serangan Paling Kejam
Menurut banyak kesaksian, serangan ini adalah yang paling kejam yang pernah dialami.
Penduduk mengatakan kepada The Palestine Chronicle bahwa tingkat kekejaman ini bahkan tidak terjadi selama Intifada Kedua.
Tentara ‘Israel’ tanpa pandang bulu melepaskan tembakan ke arah warga, dan melakukan eksekusi lapangan di gang-gang kamp, sambil dengan sengaja menghalangi masuknya kru ambulans.
Paramedis Zahran Ahmed mengatakan bahwa sejak awal penggerebekan, tentara ‘Israel’ menutup pintu masuk kamp dan mencegah petugas medis menjangkau korban luka.
Para prajurit mencegah siapa pun dipindahkan ke luar kamp.
Warga mengatakan, satu orang lanjut usia yang meninggal dunia, tetap berada di rumahnya selama 24 jam karena keluarganya tidak diperbolehkan memindahkan jenazahnya ke kamar mayat rumah sakit.
“Dalam satu kasus, penghuni kamp, melalui jalan bergelombang, dapat mengantarkan seorang gadis berusia 13 tahun yang sakit ke ambulans,” kata Ahmed.
“Ketika kami tiba di rumah sakit, tentara ‘Israel’ mengepung kendaraan tersebut, menahan kami selama berjam-jam dan menginterogasi kami, karena mengira gadis tersebut adalah seorang pemuda yang telah ditembak,” tambahnya.
Penyerbuan dan pengepungan kamp berlanjut dari Kamis malam hingga Ahad pagi (21/4).
Kengerian
Ketika tentara ‘Israel’ mulai mundur dari beberapa lingkungan pada Sabtu malam (20/4), paramedis berhasil masuk.
Adegan yang mereka temui sungguh tragis.
Salah satu jenazah yang ditemukan Zahran terbakar habis akibat pengeboman.
Pemuda Palestina lainnya dibunuh oleh tentara ‘Israel’ dan kemudian dilempar dari lantai dua, katanya.
“Seorang anak laki-laki berusia 16 tahun terkena peluru di kakinya dan merangkak ke salah satu rumah. Jadi tentara mengikuti jejak darah dan mengeksekusinya di dalam rumah dengan tembakan di kepala,” lanjut Zahran.
“Salah satu pemuda yang kami temukan dipenggal kepalanya setelah menjadi sasaran bom,” ujarnya.
Zahran menjelaskan, jenazah tersebut mengalami luka di bagian kepala, artinya tentara ‘Israel’ jelas-jelas membidik mereka dengan maksud membunuh.
Mayat mereka ditinggalkan di jalan dan mulai membusuk karena suhu tinggi.
“Salah satu rekan paramedis saya terkena peluru di kakinya. Dia tetap berada di dalam kamp selama 13 jam, tidak dapat mencapai rumah sakit sampai cederanya semakin parah,” kata Zahran.
“Dia telah menjalani beberapa operasi sejauh ini dan dia memerlukan lebih banyak operasi untuk pulih sepenuhnya. Penggerebekan yang kami saksikan ini sangat mengerikan, ini adalah yang paling kejam yang pernah ada.” (zarahamala/arrahmah.id)