RIYADH (Arrahmah.id) — Tradisi ziarah kubur rutin dilakukan tiap tahun jelang Ramadhan bagi masyarakat di sejumlah negara mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia.
Ziarah kubur merupakan salah satu kegiatan untuk mengunjungi makam orang yang sudah meninggal dan mengirimkan doa.
Nabi Muhammad pada masanya kerap melakukan ziarah ke makam ibundanya Aminah dan tercantum pada Hadits Riwayat Muslim.
Dalam Hadis tersebut, Nabi melakukan kunjungan kepada makam ibunya yang mengingatkan beliau akan alam akhirat.
Istilah ziarah pada mulanya berasal dari bahasa Arab dan menggunakan kata zaara yang berarti menengok atau melawat.
Alhamidi dalam bukunya Risalah Jana’iz menyebut, seperti dilansir CNN (2/3/2024), bahwa ziarah menjadi pengingat akan kematian dan nasib di kemudian hari.
Lantas, ziarah kubur menjadi suatu tradisi yang tidak hanya mengunjungi kuburan, melainkan mendoakan dan mengirim pahala kepada orang yang dikubur.
Apakah di negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan Yaman ada ziarah kubur jelang Ramadhan?
Salah satu warga negara Indonsia di Jeddah Arab Saudi mengatakan tak ada tradisi ziarah kubur di negara itu jelang Ramadan.
“Tetapi kami tetap mengikuti arahan dari pemerintah Saudi yang melarang hal tersebut,” ujarnya, dikutip dari CNN.
Hukum ziarah kubur menurut mazhab resmi Saudi merupakan hal yang diharamkan jika bertujuan berdoa di atas makam.
“WNI di Saudi biasanya hanya mengunjungi sanak saudara yang dituakan atau ditinggalkan sebagai silaturahmi,” tutur WNI yang enggan ditulis identitasnya.
Ini mengapa tidak ada tradisi ziarah kubur tertentu di Arab Saudi menjelang Ramadhan, seperti yang terjadi di Indonesia.
Mirip dengan Arab Saudi, di Yaman kegiatan ziarah kubur tidak hanya berada pada momentum menjelang Ramadhan.
Sejarah ziarah kubur Yaman tidak terlepas dari peran para penduduk aslinya yang membantu menyebarkan ilmu penting bagi umat Islam di Yaman.
Menurut sejarahnya, orang Ba’alawi yang berasal dari suku Hadrami diyakini sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad.
Menurut artikel dari Fajrie Alatas, mereka berperan menyebarkan tradisi Islam Sufi di daerah Hadramaut atau saat ini menjadi Yaman.
Sementara itu, pemuka agama Ba’alawi berpendapat bahwa Yaman menjadi destinasi pulang untuk orang yang merantau dan pulang kembali sebagai ziarah atau ziyara.
Hal itu membuka Yaman sebagai tujuan wisata religi bagi mereka yang tidak memiliki hubungan darah dan ingin berdoa bersama di tempat tersebut.
Ini mengapa awal tradisi ziarah kubur di Yaman bermula dari orang Ba’alawi.
Terlebih, di Yaman terdapat makam Nabi Hud AS yang menjadi destinasi ziarah bagi umat muslim dunia. Termasuk kota Tarim yang disebut oleh Abu Bakar As-Shiddiq sebagai kota makmur dan berpenghuni orang saleh.
Dilansir dari Africa News, kegiatan ziarah di kota Tarim dapat berlangsung selama empat hari penuh hingga memadati seluruh kota. Mereka biasanya akan memadati area makam lebih awal untuk melakukan tadabbur. (hanoum/arrahmah.id)