DEN HAAG (Arrahmah.id) — Mahkamah Internasional (ICJ) mulai menyidangkan soal konsekuensi hukum dari pendudukan Israel atas wilayah-wilayah Palestina.
Dilansir Reuters dan Al Arabiya (19/2/2024), lebih dari 50 negara akan menyampaikan argumen mereka di hadapan para hakim Mahkamah Internasional dalam persidangan yang akan berlangsung di Den Haag selama sepekan ke depan.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina, Riyad al-Maliki, akan berbicara pertama dalam proses hukum yang berlangsung di gedung Mahkamah Internasional, atau yang juga disebut sebagai “World Court”.
Tahun 2022 lalu, Majelis Umum PBB meminta pengadilan untuk memberikan pendapat yang bersifat nasihat, atau tidak mengikat, mengenai pendudukan Israel atas Palestina.
Meskipun Israel mengabaikan pendapat semacam itu di masa lalu, untuk kali ini putusan Mahkamah Internasional bisa menambah tekanan politik atas perang yang sedang berkecamuk di Jalur Gaza.
Di antara negara-negara yang dijadwalkan berbicara dalam persidangan adalah Amerika Serikat (AS) yang merupakan pendukung terkuat Israel, kemudian China, Rusia, Afrika Selatan dan Mesir.
Israel tidak akan memberikan argumen apa pun dalam sidang karena telah mengirimkan pernyataan tertulis mereka.
Persidangan ini merupakan bagian dari upaya Palestina untuk meminta lembaga hukum internasional memeriksa tindakan Israel, yang semakin mendesak sejak serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu dan respons militer yang dilancarkan Israel terhadap Jalur Gaza.
Persidangan Mahkamah Internasional ini digelar saat kekhawatiran semakin meningkat soal rencana serangan darat Israel terhadap kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, yang menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang menghindari gempuran militer Tel Aviv.
Para hakim Mahkamah Internasional akan diminta untuk meninjau “pendudukan, permukiman dan aneksasi yang dilakukan Israel…termasuk langkah-langkah yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografis, karakter dan status Kota Suci Yerusalem, dan penerapan undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait”.
Ini menjadi momen kedua kalinya Majelis Umum PBB meminta pendapat dan nasihat dari Mahkamah Internasional terkait wilayah Palestina yang diduduki. (hanoum/arrahmah.id)