BEKASI (Arrahmah.com) – Program imunisasi campak dan polio serentak di 17 provonsi di Indonesia yang diadakan mulai tanggal 18 Oktober hingga 18 November mulai makan korban. Dua orang balita, Hanif M. Husnaya (3) dan Isma Nur Fauziah (3) dari Bekasi, jawa Barat meninggal setelah disuntik campak dan polio pada tanggal 21 dan 25 Oktober 2011 lalu. Masihkah kaum Muslimin ragu untuk tolak vaksin?
Vaksin itu merenggut nyawa dua balita
Pasangan Adiguna-Eva, warga Babelan, Kabupaten Bekasi tentu sangat bersedih. Putra mereka, Hanif M. Husnaya (3) meninggal dunia setelah disuntik campak dan polio mengikuti program Kemenkes RI yang bekerjasama dengan PT Biofarma sebagai produsen vaksin terbesar di Indonesia.
Menurut neneknya, Nyonya Sigit (47), malam setelah divaksin, cucunya demam tinggi, muntaber, dan suhu badannya naik hingga 42 derajat Celcius. Hanif dirawat selama tiga hari di rumah sakit, sebelum meninggal.
Menurut Nyonya Sigit, seharusnya Hanif hanya diberi vaksin polio tetapi petugas posyandu memaksa memberikan vaksin campak sekaligus. “Katanya mumpung ada program pemerintah.”
Selain pasangan Adiguna-Eva, pasangan Tian Setiani (26) dan Nana Setiana (35), warga Perumahan Wisma Asri, juga ikut berduka. Anak mereka, Isma Nur Fauziah (3) terenggut nyawanya setelah diberi vaksin campak dan polio sekaligus.
Isma putri Tian dan Nana ini juga mengalami demam tinggi hingga 42 derajat Celcius dan kejang-kejang. “Anak saya diberi vaksin campak dan polio sekaligus,” kata Tian.
Dinas Kesehatan Kota Bekasi menolak fakta imunisasi makan korban
Seolah menutup mata terhadap fakta yang terjadi, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tetty Manurung masih belum memastikan penyebab kematian dua balita di kota Bekasi ini. Tetty juga membantah terlah terjadi kesalahan prosedur atau kelebihan dosis vaksin pada peristiwa tersebut.
Menurut Tetty, tidak mungkin terjadi kesalahan dalam penyuntikan atau kelebihan dosis karena petugas bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur. Selain itu, petugas pemberi vaksin di setiap pos pelayanan terpadu telah diberi pembekalan sebelum mengimunisasi. “Ada banyak penyebab lain pada kasus kematian balita ini, tetapi kami belum bisa memastikan karena masih diinvestigasi.”
Padahal Tetty dalam pernyataannya hari Jum’at (4/11/2011) mengakui bahwa kedua balita tersebut kejang-kejang setelah divaksin. “Setelah divaksin, kedua balita kejang-kejang.”
Peristiwa yang terjadi sepekan setelah pencanangan program imunisasi campak dan polio serentar di 17 provinsi di seluruh wilayah Indonesia ini tentu saja membuka mata kepada masyarakat awam bahwa ada “bahaya” serius pada vaksin dan imunisasi yang selama ini gencar dikampanyekan penolakannya.
Sayangnya, masalah ini masih terus ditutup-tutupi karena ada konspirasi besar di balik semua itu. Bahkan hingga kini, orang tua korban sejauh ini belum mendapat kejelasan dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi terkait meninggalnya sang buah hati pasca imunisasi.
Tolak vaksin sekarang juga!
Sebagian masyarakat, khususnya kaum Muslimin yang telah faham bahwa vaksin atau imunisasi itu haram sebenarnya telah menolak program vaksinasi tersebut. Hanya saja, masyarakat kadangkala dipaksa, diintimidasi, untuk tetap melaksanakan vaksin atau imunisasi dengan mengatakan bahwa ini adalah program pemerintah.
Nenek Hanif, Nyonya Sigit mengatakan bahwa pada awalnya, anak saya—orang tua Hanif—sempat keberatan jika Hanif divaksinasi. Namun, petugas Posyandu memaksa supaya Hanif divaksinasi karena itu program pemerintah, demikian penuturannya pada hari Kamis (3/11/2011).
Jadi, sampai kapan program imunisasi campak dan polio yang “mematikan” ini akan terus dilakukan? Sampai jatuhnya korban-korban yang baru? Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/S4i/arrahmah.com)